Sedangkan mal-informasi adalah informasi yang penyajiannya dikemas sedemikian rupa, untuk melakukan tindakan yang merugikan pihak lain atau kondisi tertentu, ketimbang berorientasi pada kepentingan publik.
"Gangguan-gangguan informasi tersebut bisa mempengaruhi keputusan warga negara menentukan pilihannya di bilik suara pada pemilu," kata Nurika
Baca Juga: Terkait Ornamen Natal Berlafaz "Allah", Kapolresta Gelar Pertemuan dengan PWI dan AJI
Menurut Nurika, gangguan informasi masih akan digunakan pada Pemilu 2024. Gangguan informasi dilakukan dengan cara mengubah persepsi masyarakat terhadap kandidat tertentu, dan mengubah pikiran publik serta masih banyak lagi contoh lainnya.
"Riset KPU Jawa Tengah, hoax terbanyak terkait rekayasa kecurangan oleh KPU. Ada 4 motif gangguan informasi, yaitu finansial, politik, sosial dan psikologis. Keempat motif itu menjadi dasar penyebaran gangguan informasi dalam kontestasi," jelasnya.
Baca Juga: AJI dan PH Ajak Jurnalis Perhatikan Isu Lingkungan
Nurika menjelaskan, model gangguan informasi bisa berupa teks, foto disunting, foto dengan keterangan palsu, video yang disunting dengan pengisi suara palsu, video dipotong-potong, video dengan caption palsu, berita lama yang disebarkan lagi, daur ulang isi lama, dan channel politik dengan konten hoax. ***
Baca Juga: Ogah Sebar Proposal, AJI Jambi Gelar Konferta di Perkampungan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com