Belum Apa-Apa, Sarolangun Sudah Heboh Soal Jabatan

| Editor: Doddi Irawan
Belum Apa-Apa, Sarolangun Sudah Heboh Soal Jabatan



SAROLANGUN — Pasca dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Sarolangun periode 2017-2022, 22 Mei lalu, beberapa pejabat eselon II dan III mengaku diminta mundur dari jabatannya.

Tercatat sudah dua pejabat mengundurkan diri, yakni Kabag Umum Setda Sarolangun dan Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum. Sementara pejabat lainnya belum menyetujui permintaan itu.

Sekda Sarolangun, Drs H Thabroni Rozali, membantah ada pemaksaan pada sejumlah pejabat, agar mundur atas instruksi Bupati dan Wakil Bupati Sarolangun.

“Kalau dibilang dipaksa, itu tidak benar. Bupati sudah menyampaikan, bagi pejabat yang tidak mau bekerja dan tidak sesuai dengan visi misinya, dipersilahkan mundur. Itu kan hak mereka," kata Sekda.

Soal mundurnya dua pejabat ada kaitan dengan politik saat pilkada beberapa bulan lalu, Sekda menegaskan tidak ikut campur dengan masalah tersebut.

"Saya ini hanya PNS, jadi tahunya hanya bekerja. Kalau masalah balas budi, itu politik, bukan ranah saya," ujar Thabroni.

Bagi pejabat yang merasa tidak senang, dipersilahkan melakukan upaya hukum. Bupati juga siap menghadapi, kalau ada pejabat mau menggugat ke PTUN.

“Mereka sendiri yang minta mundur," jelas Sekda.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi Kamis (1/6), sejumlah pejabat eselon II dan III yang enggan disebut namanya, mengaku sudah dipanggil Sekda. Mereka diminta mundur dari jabatannya.

"Benar, kami dipanggil dan diminta mundur dari jabatan sekarang. Ini sangat aneh, tiba tiba dipanggil dan diminta mengundurkan diri," kata seorang pejabat.

Pejabat yang dipanggil dan diminta mundur mulai dari asisten, kepala dinas hingga kepala bagian. Sebenarnya mereka siap ditempatkan dimana saja, asal ada dasar tepat, bukan tiba-tiba diminta mundur.

Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, pernah mengatakan, kepala daerah yang baru dilantik tidak boleh mengganti pejabat dalam jangka enam bulan.

Larangan tersebut diatur dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penggantian Pejabat Pasca Pilkada. Dasar penerbitan surat edaran itu UU 8/2015.

“Gubernur, bupati, atau walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah provinsi atau kabupaten/kota dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan,” bunyi UU tersebut.

Surat edaran itu diterbitkan atas dasar UU 5/2014 tentang ASN, khususnya pasal 116. Dalam ayat 1 UU ASN, pejabat pembina kepegawaian (PPK) dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat tersebut melanggar ketentuan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan. (infojambi.com)

Laporan : Rudy Ichwan

 

Baca Juga: Nasib Guru Non-PNS Terancam, Zola Akan Berjuang Mati-Matian

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya