BUNUH DIRI: Perlu Penguatan Sosial dan Mental

TRAGEDI bunuh diri seorang mahasiswa di Gedung Mahligai Bank 9 Jambi baru-baru ini telah membuka mata kita terhadap urgensi isu kesehatan mental di masyarakat.

Reporter: - | Editor: Doddi Irawan
BUNUH DIRI: Perlu Penguatan Sosial dan Mental
Bahren Nurdin

Oleh: Bahren Nurdin
Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik - Tinggal di Australia

TRAGEDI bunuh diri seorang mahasiswa di Gedung Mahligai Bank 9 Jambi baru-baru ini telah membuka mata kita terhadap urgensi isu kesehatan mental di masyarakat. Fenomena ini seharusnyalah bukan hanya menjadi persoalan individu, tetapi mencerminkan tantangan sosial dan mental yang lebih luas.

Baca Juga: Kakek Joyo Akhiri Hidup di Pohon Cokelat

Secara statistik, data Bank Dunia menunjukkan populasi Indonesia pada 2018 mencapai 267,1 juta jiwa. Dalam tahun yang sama, menurut BBC, tercatat 2.992 kasus kematian akibat bunuh diri di negara kita. Angka ini menggambarkan bahwa setiap hari, rata-rata 8 orang Indonesia mengakhiri hidupnya sendiri. Memprihatinkan!

Meskipun data spesifik untuk Provinsi Jambi belum tersedia, kita dapat berasumsi bahwa negeri ‘Pucuk Jambi Sembilan Lurah’ ini juga tidak luput dari persoalan serupa. Situasi ini menuntut perhatian serius dan tindakan nyata dari seluruh elemen masyarakat.

Baca Juga: Gadis Belia Gantung Diri, Apa Motifnya ?...

Untuk melihat masalah ini, paling tidak diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan aspek sosial dan mental.

Diperlukan penguatan peran sosial yang dimulai dari lingkungan keluarga. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat memiliki peran krusial. Komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menjadi benteng pertahanan pertama melawan depresi dan keinginan bunuh diri. Orang tua perlu dibekali dengan keterampilan mendengar aktif dan komunikasi efektif.

Baca Juga: Pelajar SMP Ditemukan Tewas Gantung Diri

Lingkungan sosial dan pertemanan juga berperan penting. Jaringan sosial yang kuat dapat menjadi sistem dukungan yang efektif bagi individu yang sedang mengalami kesulitan mental.

Institusi pendidikan, khususnya perguruan tinggi (dalam kasus Tragedi Mahligai ini), harus memprioritaskan kesehatan mental mahasiswa. Layanan konseling yang mudah diakses dan bebas stigma dapat menjadi pelindung bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan.

Bersambung ke halaman berikutnya

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya