Buruk Rupa Politik Melayu Jambi

Adat Melayu yang berakar kuat dalam budaya Jambi menjunjung tinggi kesantunan, kebijaksanaan, dan musyawarah sebagai jalan utama dalam setiap pengambilan keputusan.

Reporter: - | Editor: Doddi Irawan
Buruk Rupa Politik Melayu Jambi
Dedi Saputra

Oleh: Dedi Saputra, S.Sos M.I.Kom (akademisi)

POLITIK di tanah Melayu Jambi seharusnya menjadi cerminan dari nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakatnya. Adat Melayu yang berakar kuat dalam budaya Jambi menjunjung tinggi kesantunan, kebijaksanaan, dan musyawarah sebagai jalan utama dalam setiap pengambilan keputusan. 

Baca Juga: Analisis Pengamat : Pertarungan Head to Head Al Haris - Abdullah Sani vs Romi Hariyanto - Jend (Purn) Sudirman pada Pilgub 2024

Nilai-nilai ketimuran yang menghormati senioritas, menjaga kehormatan, kejujuran dan mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan, telah lama menjadi pondasi politik Melayu Jambi. 

Dalam sejarahnya, pemimpin-pemimpin Jambi selalu diharapkan mengutamakan etika dan moralitas dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam berpolitik, sehingga kebijakan yang dihasilkan mampu membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Namun, ironisnya, kondisi politik di tanah Melayu Jambi saat ini justru jauh dari nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar pijakan. Ketika masyarakat dihadapkan pada pemilihan Gubernur Jambi, bukan nilai-nilai luhur itu yang mengemuka, melainkan intrik dan permainan kekuasaan yang menguras energi dan pikiran. 

Isu-isu seperti skema kotak kosong yang mencuat, di mana ada upaya untuk menghilangkan pilihan rakyat demi mengamankan kepentingan segelintir elit, menunjukkan betapa jauhnya praktik politik saat ini dari nilai musyawarah yang seharusnya dipegang teguh. 

Tradisi "adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah," yang mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilandasi oleh kebenaran dan keadilan, kini seolah dilupakan. Padahal, dalam tradisi Melayu, seorang pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang mampu mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, dan tidak tergoda oleh godaan kekuasaan yang fana.

Dalam pusaran dinamika politik saat ini, isu "kotak kosong" menjadi salah satu bukti nyata bagaimana demokrasi di tanah Melayu Jambi sedang mengalami kemunduran. "Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga," begitulah seloko yang relevan untuk menggambarkan upaya para elit politik yang berusaha memanipulasi proses demokrasi demi kepentingan mereka sendiri dan kelompoknya.

Bersambung ke halaman berikutnya

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya