Dampak Pilkada Langsung Ancam Kebhinekaan

| Editor: Muhammad Asrori
Dampak Pilkada Langsung Ancam Kebhinekaan
Dialektika Legislasi ‘RUU Wawasan Nusantara.



JAKARTA - Anggota MPR,  Syaifullah Tamliha, mengatakan, dampak yang muncul dari mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung secara serentak, saat ini telah berujung pada ancaman bagi Kebhinekaan.

Pilkada DKI Jakarta merupakan contoh nyata, terlihat perpecahan antar pendukung ketika warga Jakarta memilih pemimpinnya.

Meski demikian, politisi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, berjanji akan terus konsisten untuk mengamalkan dan mempertahankan wawasan kebangsaan yang mulai terkoyak, akibat Pilkada DKI Jakarta.

Sebagai Nahdliyin, Syaifullah bertekad akan mempertahankan kebangsaan yang berideologi Pancasila, apabila ada pihak-pihak yang mencoba ingin membenturkan dengan apapun.

“Yang paling berbahaya saat ini, berbahayanya Kebhinekaan kita hanya karena Pilkada langsung secara serentak. Karena Pilkada langsung DKI, hampir tidak ada lagi saling menghormati. Saya harap, ini bahan kajian pansus wawasan nusantara,” kata Tamliha, dalam legislasi ‘RUU Wawasan Nusantara, dengan tema 'Wawasan Nusantara Menuju Kebangkitan Nasional, Menjaga nalar bangsa untuk hidup bersama,' bersama anggota Pansus Wawasan Nusantara, Jhon Kennedy Aziz dan pakar kebangsaan, Yudi Latif di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (30/5).

Syaifullah mengatakan, yang perlu dikaji kembali adalah Pilpres dan Pilkada langsung. Pasalnya hasil Pilpres dan Pilkada langsung itu hanya memainkan dua peran saja, yaitu adanya  kapital besar dan selaku pemenang, kepala daerah akan menempuh sesuka hati bagaimana caranya mengembalikan modal.

“Pertama, mereka yang berduit itu yang bisa menang, ini rahasia umum. Kedua setelah itu dia jadi, tentu memikir mengembalikan modal. Kalimantan hampir habis sudah batubaranya dikeruk habis-habisan,” jelas Tamliha.

Sementara Jhon Kennedy Aziz selaku anggota Pansus wawasan Nusantara, menyatakan wawasan nusantara, adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia, mengenai diri dan geografinya, berdasarkan Pancasila dan UU NRI 1945. Jadi, bagaimana seharusnya selaku bangsa Indonesia menyikapi dan memandang secara utuh nilai-nilai kebangsaan berdasarkan Pancasila dan UU NRI 1945.

“Selaku anggota Pansus, kebhinnekaan kita yang terdiri dari beberapa pulau, suku bangsa, keyakinan dan bahasa, kebhinnekaan adalah symbol daripada kekuatan, keutuhan dan persatuan bangsa,“  kata politisi Partai Golkar itu.

Yudi Latif, yang namanya wawasan nusantara ini, hanya fokus kepada dua aspek, yaitu geopolitik dan kultural. Sebab, kalau meliputi Pancasila dan perekonomian, ini merupakan wawasan kebangsaan. Diakuinya, secara geopolitik cermin keindonesiaan kita mengalami keretakan dalam Pilkada DKI Jakarta.

“Saat ini kita kehilangan bayangannya sendiri. Kita ini siapa? Tidak tahu. Sedangkan keindonesiaan itu sendiri saat ini perlu mempertegas sila 1,3 dan 5. Sedangkan sila 2 dan 4 hanya sebagai jembatan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Persatuan Indonesia, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” ujarnya.

Karena itu, jika dalam keberagamaan ini mengedepankan kekerasan dan mengabaikan toleransi dan kasih sayang, kedamaian–rahmatan lilalamin, berarti ada yang salah dalam pendidikan agama. Sehingga sistem pengajaran agama di sekolah harus ditinjau ulang.

“Mengingat selama ini Islam justru menjadi elemen ke-Indonesiaan, yang kuat,“ kata Yudi. (infojambi.com)

Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya