KOTAJAMBI, INFOJAMBI.COM - Harga buah sawit di tingkat petani yang bukan mitra perusahaan masih rendah. Per tanggal 24 Juni 2022 harga sawit berada di bawah Rp 1.000 per kilo.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jambi, M Juber mengatakan, masalah ini sudah disampaikan oleh kepala dinas perkebunan ke dewan.
Baca Juga: Kerjasama Pembangunan Pasar Angsoduo dan JBC Disepakati
"Kami akan minta penjelasan, apa masalahnya, agar dewan saat bertemu petani bisa menjelaskan secara akurat," ucap Juber.
Masalah ini harus pasti, karena ekspor sudah dibuka namun harga sawit masih murah.
Baca Juga: ADI Minta Dewan Tegur Gubernur
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal menyebutkan, turunnya harga sawit akibat penghentian ekspor. Pihak kapal tidak mau rugi.
Kapal saat itu ambil jalan lain untuk mengangkut komoditi lain. Sekarang kekurangan kapal, ini yang jadi masalah.
Baca Juga: HKTI Jambi Sambut Positif Permentan Nomor 01/Tahun 2018
Saat ini aplikasi jadi masalah. Tadinya pelayanan dokumen ekspor kementerian perdagangan secara langsung dan manual, tapi sekarang ada perubahan aplikasi.
"Ada syarat yang sulit dipenuhi perusahaan. Ini mempersulit," ujar Agusrizal.
Soal harga CPO pasca pencabutan larangan ekspor, sempat naik sedikit. Sekarang ini penjualan CPO sulit, pabrik mulai tutup dan tidak terima TBS.
"Ini perlu kebijakan pusat. Gubernur sudah menelpon menteri perdagangan, menteri perhubungan dan kementerian pertanian. Sudah dilaporkan kondisi Jambi. Kita menunggu langkah pemerintah pusat," jelasnya.
Jumlah perkebunan sawit bermitra dengan perusahaan di Jambi hanya 15 persen dari total petani swadaya 16 ribu hektar.
Secara keseluruhan, tahun 2019 sebanyak 1.134.640 hektar dan 2022 meningkat hampir 1.150.000 hektar. Dari total itu hanya 15 persen yang tak berpengaruh harga.
Sempat naik 35 rupiah pekan kemarin, tepatnya Rp 2.471. Bagi yang tak bermitra Rp 1.000 karena CPO tak bisa dikirim akibat tangki timbun penuh, karena rata-rata satu perusahaan kapasitasnya 4 ribu ton.
Untuk masalah kemitraan, pemprov mendorong bisa bermitra dengan regulasi perda. Untuk yang tak bermitra harusnya ada regulasi yang menghitung sendiri, karena ada kualitas rendah, tinggi dan dicampur, serta dilihat kebersihannya.
"Ini perlu regulasi baru, karena kita tak bisa memberikan sanksi akibat mengikuti harga pasar yang tidak bermitra dan yang diatur yang bermitra," katanya. ***
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com