PENDEKATAN militeristik (militarist approach) atau dengan mengunakan jalur bersenjata dalam penyelesain konflik di zaman modern nampaknya sudah tidak lagi relevan. Pasalnya, cara tersebut hanya memunculkan siklus kekerasan baru, dan seringkali tidak efektif dalam menyelesaikan setiap konflik yang ada. Terbukti dibeberapa daerah di Indonesia, pola penyisiran dengan menggerakan kekuatan militer, mendapat perlawanan serius dari kelompok yang dituding separatis ataupun teroris.
GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Nangroe Aceh Darussalam misalnya, bisa berdamai dengan Pemerintah Indonesia, karena menggunakan pendekatan diplomasi damai di Helsinski. OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua bisa diredam aksi kontak senjatanya melawan Tentara Nasional Indonesia karena soft approach yang digunakan Pemerintah RI lewat jalur akomodatif politik dengan cara memberikan otonomi khusus kepada Papua.
Begitupun dengan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku, bisa menghentikan provokasi makar atas nama agama dengan membenturkan masyarakat sipil, karena perundingan Malino II yang difasilitasi oleh Pemerintah RI.
Pola pendekatan damai yang terbukti sukses meredam setiap konflik di Indonesia, memang merupakan “gaya” baru yang mesti dilakukan. Hal ini disadari betul oleh Doni Monardo, Jenderal berbintang dua yang saat ini menjabat sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) XVI Pattimura. Diawal masa kepemimpinan militer di Maluku, ada satu pola pendekatan menarik yang diterapkan, yakni pendekatan pemberdayaan (empowerment approach).
Secara kapasitas struktural, hal ini merupakan lompatan kewenangan dari sebuah tugas yang mestinya tidak dilakukan oleh seorang pemimpin militer. Sebab hal ini, merupakan gaweyan dari aparatur sipil birokrasi. Namun secara fungsional, Jenderal Doni seakan ingin menunjukan wajah reformasi TNI yang sebenarnya. Wajah reformasi yang friendly dan familiar dengan masyarakat. Tidak terlihat kaku dan mekanik. Namun tetap tegas dan berwibawa.
Saat melakukan pertemuan dengan para pimpinan OKP (Organisasi Kemahasiswaan Pemuda) serta KNPI di Maluku, Jumat 21/08/2015. Apa yang disebut sebagai pola Pendekatan Pemberdayaan benar-benar beliau terapkan. Setelah melakukan jamuan makan siang bersama dan perkenalan singkat dengan para stackholder pemuda, beliau mengajak semua audience yang hadir untuk “berwisata keramba”, melihat budidaya ikan yang selama ini tidak begitu menarik bagi aktifis pemuda. Saat disanalah, gagasan pemberdayaan dan mimpi tentang meng-enterpreneurshipkan Masyarakat Maluku dieksplorasikan.
Catatan penting yang bagi penulis menarik untuk diulas adalah, cara dia melihat konflik yang selama ini terjadi di masyarakat, termasuk Masyarakat Maluku, yang akhir-akhir ini banyak sekali meletus berbagai konflik komunal. Menurutnya, konflik tidak pernah terjadi dalam ruang kosong dan tiba-tiba muncul. Konflik terjadi karena memang ada sebab dan pemicu melatarinya. Mungkin yang terlihat dalam setiap konflik komunal di Maluku pemicunya lebih banyak pada hal-hal yang sifatnya sepele. Namun jika dilihat kedalam, benturan di masyarakat sering terjadi karena ada faktor kesejahteraan dibelakangnya.
Hal ini bisa terkonfirmasi dengan me-refare pada teori konflik, yakni sebab manusia sering kali ribut karena ada perebutan sumber-sumber kekuasaan, juga karena terhimpitnya sumber daya ekonomi. Sehingga perlu pendekatan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi untuk menciptakan perdamaian di tengah-tengah masyarakat yang terlibat konflik.
Jenderal “Entrepreneurship”
Apa yang Mayor Jenderal Doni lakukan sebagai panglima militer, tak lepas dari rekam jejak panjangnya sebagai prajurit. Sebelum menjadi Pangdam XVI Pattimura, dia adalah Komandan Jenderal Kopasus (Danjen Kopasus) 2014-2015 dan Komandan Pasukan Pengamananan Presiden (Paspampres) 2012-2014. Gagasan pemberdayaan dan semangat entrepreneurship yang dimilikinya adalah hasil dari pengalaman “kerja” di bidang lingkungan dan pertanian selama ini. Diluar sana, banyak yang mengatakan beliau sebagai Jenderal kreatif dan memiliki jaringan dan pergaulan yang luas. Sebuah Komunitas Paguyuban Budiasi adalah bukti bahwa, Jenderal Doni bukanlah Jenderal “biasa”.
Saya menyebutnya Jenderal “Entrepreneuship”. Istilah ini adalah perpaduan antara jabatan militer dan jiwa pemberdayaan yang ada pada diri Pangdam Doni Monardo. Secara semantik, kata entrepreneurship yang mengikuti gelar Jenderal tidak bermaksud memasukan unsur pebisnis atau pengusaha dalam diri prajurit TNI.
Kata entrepreneurship, lebih pada kata sifat bukan kata kerja, yakni mengarah pada jiwa seorang pemimpin militer yang hendak memberdayakan masyarakat.
Jadi secara definsi Jenderal “Entrepreneurship” adalah, Seorang Jenderal yang mempunyai jiwa pemberdayaan yang tinggi dan mampu menggerakan masyarakat untuk berjiwa usaha. Dia tidak memiliki arti sebagai Jenderal Pengusaha atau punya kecenderungan memanfaatkan karir militer untuk berbisnis dan memperkaya diri sendiri.
Istilah yang saya pakai untuk mengambarkan Jenderal Doni Monardo bukanlah dorongan pujian yang hendak saya tujukan padanya, namun ini lebih pada ekspresi kekaguman pribadi yang hadir pasca berinteraksi dan berdiskusi dengannya.
Secara umum, visi Jenderal Doni tentang Maluku ada pada wilayah kesejahteraan. Keinginannya, kelak masyarakat Maluku bisa menjadi mandiri dan kreatif. Mandiri dalam artian tidak tergantung pada program pemberdayaan pemerintah, dan kreatif bisa melihat sumber daya alam Maluku sebagai potensi yang dapat digarap. Visi besar ini sangat perlu diapresiasi, karena memang Maluku membutuhkan pemimpin dibidang militer yang inovatif berjiwa entrepreneurship, ditengah jumudnya kebijakan para pemangku kekuasaan.
Dulu, ada wartawan TV pernah bertanya pada saya tentang pergantian Pangdam XVI Pattimura yang terkesan begitu cepat. Ada banyak spekulasi yang beredar saat itu. Namun saya beranggapan bahwa rotasi jabatan ditubuh TNI adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Rotasi bisa terjadi karena kebutuhan ataupun karena revitalisasi dalam struktur TNI.
Sama halnya dengan instansi Kepolisian atau Pemerintah, pasti ada revitalisasinya. Tetapi dalam konteks reposisi Jenderal Doni bertugas di Maluku, bagi saya setelah mengenal gagasan dan latar belakangnya, ini tidak hanya sekedar pergantian biasa dijajaran pimpinan TNI, namun lebih kepada kebutuhan untuk mengokohkan peran reformasi TNI di dalam masyarakat. Selain itu, peran cerdasnya bisa membantu pemerintah daerah mendidik masyarakat agar dapat keluar dari konflik komunal dengan cara membangun jembatan wirausaha.
Anggapan ini bisa terkonfirmasi dengan mempelajari sepak terjang Jenderal Doni, baik di dunia kemiliteran ataupun dalam dunia sosial kemasyarakatan. Sehingga tidak berlebihan rasanya, sebagai Masyarakat Maluku, kita menaruh harapan besar pada kepemimpinannya sebagai Pangdam XVI Pattimura, yaitu bisa sukses mereformasi wajah TNI di Maluku agar lebih baik dan profesional, serta mampu menguatkan fondasi perdamaian Masyarakat Maluku dengan pendekatan kesejahteraan dan tanpa kekerasan (no violence). Jika target itu bisa terlaksana selama menjadi Petinggi Militer di Maluku, maka saya yakin kariernya akan semakin berkibar di pentas nasional. Selamat bertugas Jenderal.
Sumber : ambonekspres.com
Baca Juga: Mayjen Doni Monardo Jadi Pangdam III/Siliwangi
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com