JAKARTA - DPR RI mendukung penguatan kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sebab, KPPU memiliki fungsi untuk mengatur persaingan sehat dengan memberikan kesempatan yang sama bagi usaha besar, kecil dan menengah.
Caranya dengan mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tujuannya untuk mensejahterakan rakyat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut anggota komisi VI DPR, Darmadi Durianto, saat ini, kondisi KPPU mengalami kesulitan memperoleh data dan informasi tentang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, terutama bagi perusahaan besar.
“Kita setuju, akhirnya KPPU dijadikan lembaga negara, tentu dengan konsekwensi anggaran yang bertambah,“ ujar Darmadi Durianto, dalam forum legislasi "Berantas Kartel, Perlukah KPPU Diperkuat?" bersama Mukhamad Misbakhun anggota Baleg DPR di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (7/3).
Selain kelembagaan, legislator dari PDI Perjuangan itu, juga berkeinginan agar menambah kewenangan atau penguatan wewenang KPPU. Menurutnya, ada kesepakatan di komisi VI untuk menambah wewenang penggeledahan dan penyitaan barang-barang yang terbukti melanggar hukum.
“Kenapa ini diberikan DPR? Karena saat pembahasan UU, KPPU kesulitan mendapatkan data yang bisa dipakai untuk dijadikan bukti di persidangan, “ katanya.
Darmadi mencontohkan, kasus Honda–Yamaha yang telah memasuki persidangan KPPU. Honda dan Yamaha mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri (PN) dengan tuduhan buktinya tidak kuat. Hal itu menjadi salah satu poin penting, meski nantinya dibuktikan di PN bahwa bukti email di dalam perusahaan tidak bisa dijadikan bukti.
“Petunjuk tidak bisa dijadikan bukti. Ini bukti mereka sulit memberikan data data yang lebih akurat, “ katanya.
Penguatan wewenang atas pelanggaran yang dilakukan oleh kartel, mafia dan semua jenis pelanggaran usaha itu, untuk menjaga kepentingan umum, sehingga tidak merugikan masyarakat, bangsa dan negara.
“Hanya saja konsekuensi penguatan itu, dibutuhkan tambahan anggaran dan tetap kerjasama dengan aparat kepolisian,“ katanya.
Sementara Misbakhun mengatakan, Revisi UU No.55 tahun 1999, tentang KPPU ini sudah pada tahap harmonisasi di Panja dengan semangat untuk kesejahteraan rakyat. Karena itu, RUU ini bukan rezim ‘criminal justice’- mengkriminalisasi pengusaha, melainkan hanya untuk mencari keadilan atas usaha yang tidak sehat.
“Makanya RUU ini, harus menjelaskan definisi kartel, termasuk merger bank dan usaha lainnya, “ ujarnya.
Menyinggung denda, kata politisi Golkar itu, hingga saat ini masih mencari formulasi yang tepat. Dulu microsoft didenda Rp 14 triliun tetap dibayar, dan jumlah denda itu jauh lebih kecil dibanding aset yang dimiliki perusahaan tersebut.
“Jadi, untuk denda ini masih mencari formulasi yang terbaik, atau maksimal berapa dari nilai aset perusahaan tersebut,” katanya. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
Baca Juga: Pemkot Jambi dan KPPU Soroti Pengusaha “Pemain” Bahan Pangan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com