SURABAYA, INFOJAMBI.COM - Masa pandemi yang baru saja terlewati meninggalkan catatan panjang tentang kesehatan, pola kerja maupun beragam strategi perekonomian yang harus dilakukan.
Namun diantara berbagai masalah, apa yang dialami para perempuan pada umumnya dan jurnalis perempuan pada khususnya ternyata menyimpan banyak polemik yang harus menjadi perhatian bersama.
Baca Juga: Jambi Sekarang Punya Forum Jurnalis Perempuan
Melalui launching survei FJPI dan webinar "Sharing Strategi dan Kondisi Jurnalis Perempuan di Masa Pandemi" yang diadakan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA), Sabtu (25/6/2022) ini, terungkap beragam pengalaman para jurnalis perempuan yang berjuang untuk bertahan di masa pandemi.
Melalui survei terhadap 150 jurnalis perempuan dari seluruh Indonesia, Lia Anggia Nasution dari FJPI memaparkan, bahwa permasalahan dalam pekerjaan yang dialami para jurnalis perempuan, yaitu 30 persen mengalami kesulitan akses dalam pekerjaannya di lapangan.
Baca Juga: FJPI Jambi Kecam Pemukulan Terhadap Jurnalis Perempuan Kompas TV
Selain itu, sebanyak 26 persen mengalami keterbatasan ruang gerak, dan 18 persen mengalami dampak ekonomi seperti pengurangan gaji hingga PHK.
“Menghadapi berbagai masalah, beragam strategi dilakukan untuk mengatasi permasalahan, sebanyak 55 persen jurnalis perempuan berusaha mengasah kemampuan dalam platform digital, dan 29 persen berusaha memperkuat jaringan dengan narasumber,” ungkap Anggia.
Baca Juga: Dear Pak Jokowi, Indonesia Sudah Darurat Kekerasan Seksual Ya?
Selain itu, permasalahan yang sangat penting untuk dicermati adalah beban ganda yang dialami para perempuan. Beban ganda ini adalah situasi yang harus dipikul para perempuan jurnalis sebagai pekerja pers di satu sisi dan di sisi lain sebagai ibu rumah tangga, atau juga single parent, di ranah domestik.
“Berdasarkan hasil survey, sebanyak 42 persen perempuan jurnalis memikul beban ganda dan selebihnya mengaku tidak mengalami beban ganda,” tutur Anggia.
Sementara itu, Ninuk Mardiana Pambudi, Redaktur Senior Harian Kompas, menambahkan, selain beban ganda yang dialami perempuan, kasus KDRT turut meningkat di masa pandemi.
Beragam pengalaman para jurnalis perempuan pun mendorong Ninuk mendesak Dewan Pers memiliki perhatian terhadap kesejahteraan jurnalis perempuan, terbebas dari isu keterampilan, isu kekerasan hingga isu kurangnya kesejahteraan.
Ninuk juga mengajak seluruh jurnalis untuk memiliki perspektif kesetaraan gender dalam pemberitaan, agar dunia pers yang didominasi kaum pria, tidak meletakkan perempuan dan permasalahan yang dihadapinya sebagai wilayah domestik yang tidak perlu mengemuka di ruang publik.
Hal yang tak jauh berbeda menjadi catatan KemenPPPA. Dampak pandemi, selain membuat para perempuan wirausaha makin terpuruk dengan berkurangnya penjualan dan naiknya bahan baku.
"Selain itu, pembelajaran jarak jauh pun membuat tanggung jawab pengasuhan juga meningkat. Bahkan 34 persen menutup usahanya dalam waktu dekat,” tutur Eko Novi ARD, Asdep Peningkatan Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha KemenPPPA.
Selain itu, permasalahan sunat perempuan, pernikahan anak, KDRT, maupun kekerasan seksual juga masih menjadi fokus KemenPPPA untuk diselesaikan.
Berbagai kebijakan dan langkah strategis dilakukan pihak KemenPPPA untuk mendampingi dan memperkuat para perempuan wirausaha melewati masa pandemi.
Eko Novi menilai FJPI memiliki posisi yang strategis penyampaian informasi berperspektif gender untuk mengemuka ke ruang publik sekaligus mengikis pola pikir patriarki.
Ketua FJPI, Uni Lubis menegaskan, permasalahan yang dihadapi jurnalis perempuan ini harus menjadi perhatian di ruang publik.
“Pihak Dewan Pers telah meminta saya untuk menyampaikan survey tersebut di hadapan seluruh pimpinan redaksi media massa agar menjadi pertimbangan dan melahirkan kebijakan dengan perspektif kesetaraan gender,” pungkasnya. ***
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com