JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari FPKB, Jazilul Fawaid, mengingatkan Pemerintah agar dalam pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), tidak melanggar UU.
Karena itu, pembubarannya harus melalui proses hukum dan diputuskan oleh hakim di Pengadilan. Kalau tidak, maka Pemerintah Dzalim.
“Bahwa, semua ormas maupun organisasi politik yang radikal, kiri atau kanan, dan atheis tidak boleh hidup di Indonesia. Jadi, kita tidak boleh mem-PKI-kan HTI, tanpa proses hukum di pengadilan,” tegas Koordinator Nasional Nusantara Mengaji ini, pada wartawan di Jakarta, Selasa (9/5).
Menurut Jazil, soal pembubaran ormas itu sudah diatur dalam UU No.17 tahun 2013, tentang ormas. Pasal 70 ayat 1 sampai dengan 7: yang antara lain permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum, diajukan ke Pengadilan Negeri oleh Kejaksaan, hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Juga harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Sebelumnya, Menkopolhukam, Wiranto, menegaskan pemerintah mengambil langkah tegas dengan membubarkan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), karena dianggap membahayakan NKRI.
"Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional," kata Wiranto, Senin (8/5).
Menurut Wiranto, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat, bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
"Aktivitas yang dilakukan nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat, yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI. Dan, mencermati berbagai pertimbangan di atas, serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," kata Wiranto.
Wiranto menegaskan, keputusan ini diambil bukan berarti pemerintah anti terhadap ormas Islam, melainkan semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sementara itu Jubir HTI, Ismail Yusanto, membantah, jika HTI anti Pancasila. Menurutnya, melakukan kegiatan dakwah dengan cara-cara yang sesuai aturan.
"HTI merasa dakwah kita menuju kebaikan. Jika, merujuk Undang-Undang, kita tidak bisa disebut anti-Pancasila," kata Ismail di Jakarta, Senin, (8/5).
Ismail mengklaim, dalam AD/ART HTI, dakwah yang dilakukan berasaskan Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," kata Ismail. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com