Hilangnya Tradisi Sumpah di Masjid Ikhsaniyyah

| Editor: Doddi Irawan
Hilangnya Tradisi Sumpah di Masjid Ikhsaniyyah

Pengirim : Melisa



INFOJAMBI.COM — Masjid Ikhsaniyyah termasuk salah satu masjid tua di Kota Jambi. Masjid Jami' Al-Ikhsaniyah merupakan salah satu bukti kejayaan Islam di Jambi.

Masjid ini sempat dianggap keramat karena tradisi sumpahnya. Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Batu ini terletak di kawasan bersejarah, persisnya di Jalan KH Ibrahim RT 05, Kelurahan OlakKemang, Danau Teluk, Kota Jambi.

Untuk menuju bangunan suci bercat putih ini, harus terlebih dahulu menyeberangi Sungai Batanghari. Masjid ini didirikan pada tahun 1880 oleh Habib Sayyid Idrus bin Hasan Al-Jufri.

Sayyid Idrus adalah sultan atau raja yang berkuasa di daerah itu pada dekade akhir abad ke-19. Gelarnya Pangeran Wiro Kusumo. Masjid Batu ini didirikan Sayyid Idrus sebagai tempat ibadah bagi masyarakat Seberang Kota Jambi.

Bangunan dalam masjid dipenuhi dengan hiasan kaligrafi berbagai rupa. Mimbar asli berdiri anggun di sisi kanan mihrab. Sementara bedug peninggalan masa lampau berada di bagian belakang ruang shalat.

Ciri mencolok dari masjid ini adalah banyaknya jendela yang dipasang berpasangan mengelilingi masjid. Hanya tembok mihrab yang tak berjendela. Masjid ini terkenal dengan tradisi sumpah.

Sekitar tahun 60-an, Masjid Ikhsaniyyah juga menjadi tempat orang menyelesaikan sengketa. Jika ada orang berselisih perihal kepemilikan tanah, tuduhan mencuri dan lain sebagainya, masyarakat setempat membawa perkara itu ke masjid ini.



Mereka yang berperkara diambil sumpahnya, disaksikan warga dan para pemuka agama. Menurut Habib Salim, seorang pengurus Masjid Ikhsaniyyah, masjid ini diyakini memiliki nilai keramat tersendiri.

Pasalnya, kisah Habib Salim, jika ada yang berani bersumpah palsu di dalam masjid ini, dia akan mendapat balak atau hal buruk lainnya. Pada masa itu Masjid Batu amat masyhur dan tak ada seorang pun berani mengambil resiko bersumpah palsu di dalamnya.

Banyak orang berdusta awalnya berani bersumpah di dalam masjid itu, namun setelah sampai di sana, tak berani melakukannya. Jika ada yang bersalah dan tak mengakui perbuatannya sampai diambil sumpah, dia akan pingsan.

Ketika sadar, biasanya orang yang bersalah akan mengakui perbuatannya. Tapi sayang, kini tradisi itu sudah hilang sama sekali. Tak ada lagi yang menjadikan masjid itu sebagai sarana mempertemukan kebenaran dan mencari keadilan.

Tradisi sumpah itu mulai terlupakan. Hanya kalangan tua saja yang mengetahui kisah tersebut. Pada tahun-tahun awal abad 20, perkembangan Islam di Jambi maju pesat.

Hal ini seiring dengan majunya pendidikan ke-Islaman di Jambi, ditandai dengan berdirinya empat pesantren utama, yaitu Pesantren Nurul Iman, Pesantren Saadatuddaarain, Pesantren Jauharain dan Pesantren Nurul Islam.

Keadaan ini membuat kesadaran ke-Islaman penduduk semakin mengkristal dan menjadikan kawasan Seberang Kota Jambi banyak didatangi orang dari berbagai daerah untuk belajar.

Perkembangan ini berpengaruh bagi Masjid Batu. Makin lama jemaahnya semakin banyak, hingga akhirnya tak mampu menampung jemaah yang terus membludak, terlebih saat shalat Jumat.

Tokoh-tokoh masyarakat setempat pun menggelar musyawarah. Mereka mufakat memperbaharui masjid. Dana pembangunannya dikumpulkan dari sedekah dan infaq. Uang yang terkumpul akhirnya cukup untuk memugar masjid ini.

Saat itu, tahun 1935, karena Jambi berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda, para tokoh masyarakat meminta izin pada Belanda. Masuklah permohonan pemugaran masjid ke pemerintah Belanda yang ada di Jambi.

Dari cerita latar belakang dan sejarah berdirinya masjid tersebut, tahulah Belanda bahwa Masjid Batu merupakan peninggalan Sayyid Idrus atau Sultan Jambi bergelar Pangeran Wiro Kusumo.

Menganggap masjid tersebut bernilai sejarah sebagai masjid sultan, tahun 1937 pihak kolonial Belanda mengambil alih pembangunan masjid. Dana pun turun dari pihak kolonial. Pembangunan sepenuhnya berada dalam pengendalian Belanda.

Padahal awalnya, para tokoh masyarakat hanya perlu izin karena dana sudah ada. Akhirnya dana dari masyarakat itu tidak terpakai. Uangnya digunakan untuk membangun pagar mengelilingi masjid. ***

Pengirim adalah Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN STS Jambi

 

Baca Juga: Masjid Bersejarah yang Berada di Tengah Keramaian Pasar Kota Jambi

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya