Oleh karena itu, kata dia, solusi yang diperlukan adalah user-centric digital identity.
“Artinya, untuk membuka akun di platform peer-to-peer lending, atau bahkan di lembaga jasa keuangan mana pun, tidak cukup hanya dengan foto KTP dan video saja. Harus ada akun identitas digital yang berbasis pada sertifikat elektronik.
Penyelenggara identitas digital ini haruslah third-party (pihak ketiga) yang netral. Dengan demikian, data identitas pengguna akan terfederasi secara aman,” ujarnya.
Baca Juga: OJK Catat Likuiditas dan Permodalan Lembaga Jasa Keuangan Tetap Baik
Ia menjelaskan, dengan menggunakan federated digital identity yang dikelola oleh pihak ketiga yang netral, segala upaya penipuan, seperti manipulasi NIK, foto wajah, dan data lainnya, dapat terdeteksi dan dihentikan lebih awal.
Ini akan meminimalkan potensi penipuan di seluruh platform secara lebih efektif.
Peningkatan Inklusi Keuangan dan Komitmen terhadap Keberlanjutan
Baca Juga: Pengamat : Tak Harus Tunggu 2023, Semua UUS Sudah Spin Off
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2024, tingkat inklusi keuangan nasional mencapai 75,02% dan fintech menjadi salah satu indikator pendorong dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Baca Juga: BTPN Wow! Dorong Perluasan Akses Keuangan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com