Oleh : DR. Asnelly Ridha Daulay
SAYA cukup terkesan ketika menjadi moderator pada suatu seminar hasil penelitian di Badan Litbang Daerah (Litbangda) Provinsi Jambi akhir tahun 2016 lalu. Banyak sekali pertanyaan dan tanggapan yang diarahkan kepada pemakalah terkait hasil penelitian yang baru saja diuraikan. Para penanya umumnya dari kalangan pemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat yang nyinyir (dalam arti positif) mengulas dan memberi sudut pandang menarik/kritis tentang penelitian tersebut. Meski diantara audien ada yang duduk diam, mengantuk atau berbisik-bisik, para penanya yang ngotot tersebut cukup membuat saya kawalahan membagi waktu agar mereka memperoleh jawaban yang memuaskan.
Keriuhan itu sayangnya hanya di ruang seminar. Seminar tersebut berhasil membangkitkan sesuatu di pemikiran orang-orang tertentu tapi belum mengungkit kesadaran kolektif betapa pentingnya peran Litbangda dalam menggerakkan sebuah pemerintahan yang bersih dan efektif. Sekembalinya ke lembaga atau unit kerja masing-masing, isu yang dibahas pada seminar tersebut nyatanya belum menjadi cikal untuk membangun program/kegiatan untuk rakyat.
Operasional sebuah lembaga litbang pemerintah didanai oleh uang rakyat (melalui APBD atau APBN), maka sudah seharusnya memberikan sesuatu untuk negara (rakyat) dalam bentuk umpan balik hasil penelitian. Litbangda tak dapat memaksa hasil penelitiannya diserap pihak lain. Dibutuhkan kesadaran banyak pihak untuk mengangkat hasil penelitian itu menjadi suatu kebijakan atau kegiatan baru.
Jamak diketahui unit kerja atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) cenderung melaksanakan kegiatan yang merupakan runtutan atau ulangan dari tahun-tahun sebelumnya. Kalaupun ada perubahan atau modifikasi, biasanya sangat minim. Atau yang dirubah hanya volumenya karena menyangkut alokasi dana tersedia (yang kadang dipangkas, kadang menggelembung). Pejabat daerah kelihatan belum berani melakukan terobosan meski ada rekomendasi dari lembaga litbang yang merupakan jawaban atau ketidakefektivan program mereka selama ini.
Masalah lain adalah terputusnya link antara hasil penelitian dengan proses perencanaan kegiatan. Sangat sering utusan SKPD yang dikirim mengikuti seminar di badan litbang bukan seorang yang mampu membuat perencanaan untuk unit kerjanya, atau yang lebih menyedihkan, yang dikirim itu adalah pegawai yang tidak mengerti apa-apa. Wajar jika kebaruan yang disampaikan pada seminar tersebut tidak pernah berujung dalam suatu bentuk program dan kegiatan. Seminar dianggap sebagai pertemuan biasa ataupun laporan penelitian dalam bentuk policy brief dianggap sebagai dokumen tak penting.
Padahal lembaga litbang bisa menjadi partner Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk menyaring program/kegiatan yang patut didanai dan yang tidak jika terbangun sebuah mekanisme kerjasama seperti itu. Dan itu bisa jadi awal pemerintahan yang bersih dan efisien utamanya dalam menggunakan/mengalokasikan anggaran. Sayangnya hal itu belum ada. Inferioritas badan litbang masih sangat terasa.
Badan Litbang Daerah (Balitbangda) Provinsi Jambi merupakan salah satu lembaga litbang yang didanai pemerintah. Sejauh ini perkembangannya lumayan dan ketertarikan pegawai negeri (dari ragam SKPD dan disiplin ilmu) untuk bergabung menjadi peneliti cukup besar. Saat ini Balitbangda memiliki 12 tenaga peneliti yang terdiri dari tiga orang berpendidikan doktor, dua orang tengah menjalani pendidikan S3, dan sisanya berpendidkan S2. Didorong nilai positif dari sumber daya peneliti yang lumayan baik tersebut, Balitbangda Provinsi Jambi oleh Kementrian Dalam Negeri dikelaskan kepada Balitbang tipe A. Ini suatu pencapaian yang baik, yang mengangkat Balitbangda Provinsi Jambi setara dengan lembaga litbang di bawah Pemerintah Provinsi Sumut dan Sumsel. Dalam satu dan lain hal bahkan Balitbangda Provinsi Jambi lebih tinggi kelasnya dibanding Balitbangda Sumbar, Aceh dan beberapa provinsi lainnya di Sumatra.
Terlepas dari kelebihan mutu dan jumlah tenaga penelitinya, masih terdapat kekurangan yang mengganggu di lembaga ini semisal masih bertahannya paradigma yang menyamakan kegiatan penelitian sebagai kegiatan fisik dan hal ini merembet pada cara penyusunan anggaran penelitian yang kaku ( yang masih mengacu pada cara menyusun anggaran untuk kegiatan fisik), tidak terlatihnya staf umum di lembaga ini untuk mendukung penelitian sebagai pengumpul data/enumerator atau editor bahasa atau fungsi lainnya yang terkait dengan penelitian, dan kurang terbangunnya atmosfir penelitian diantara staf struktural (di luar kelompok fungsional penelitinya). Hal-hal inilah yang menyebabkan penelitian berjalan lamban, sehingga rekomendasinya baru bisa dipublikasikan ketika Bappeda telah selesai menyusun anggaran untuk tahun depan.
Bagaimanapun kekurangan tersebut bukan cacat yang bersifat permanen. Bisa diperbaiki dan diatasi karena sudah terdeteksi. Sangat sayang jika kelebihan Balitbangda Provinsi Jambi ini tidak dimanfaatkan untuk membangun pemerintahan yang bersih dan efektif. (infojambi.com)
Penulis adalah Peneliti Badan Litbang Daerah Provinsi Jambi
Link terkait:
http://litbang.kemendagri.go.id/peran-kelembagaan-litbang-daerah-dalam-mendukung-inovasi-daerah/
http://litbang.kemendagri.go.id/bpp-kemendagri-terus-dorong-kemajuan-balitbangda/
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com