JAKARTA - Dewan Pers berancang-ancang untuk mempermudah masyarakat mengenali media massa terpercaya. Langkahnya dengan membuat label berbentuk kode Quick Response (QR). Kode tersebut dibubuhkan di media cetak hingga di media berbasis daring (online).
"Media penyebar hoax tidak akan mendapat QR," ungkap Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, saat berbicara dalam diskusidengan tema 'News or Hoax' di Press Room Nusantara III Gedung Parlemen, Selasa (10/1).
Selain Yosep, juga tampil sebagai pembicara Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara serta Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dijelaskan Yosep, label barcode nantinya menunjukan, media itu berbadan hukum dan taat terhadap kode etik jurnalistik.
"Ini untuk membedakan dengan media yang tidak jelas. Jadi, Dewan Pers, perlu membuat pe-label-an, karena media yang tidak terpercaya banyak beredar di masyarakat. Dengan begitu diharapkan masyarakat tidak ragu dalam mengakses informasi dari media berlabel khusus tersebut," kata Yosep.
Untuk media cetak, QR code bisa ditampilkan di halaman depan. Sedang untuk media online, code ditempel di laman utama. Code ini bisa dipindai masyarakat menggunakan ponsel pintar, kemudian informasi soal media ini akan tampak, meliputi penanggung jawab, alamat, nomor kontak dan sebagainya. Nanti dari smartphone tinggal difoto, nanti akan terkoneksi dengan data di Dewan Pers," tambah dia.
Untuk merealisasikan hal ini, Dewan Pers sedang masuk tahap lelang, persiapan disain dan lomba jingle. Kode ini akan diluncurkan di Ambon pada Hari Pers Nasional, 9 Februari 2017.
"Presiden Jokowi akan hadir pada Hari Pers itu. Masyarakat pers akan menunjukkan, mulai hari itu yang terverifikasi Dewan Pers, bakal punya tanda. Karena Presiden mengatakan kita memerangi hoax," ujar Yosep Adi Prasetyo.
Berita Bohong Muncul
Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, menginginkan masyarakat mendapatkan informasi valid dan benar, bukan berita-berita bohong atau hoax yang belakangan banyak muncul di sosial media (medsos) di tanah air. Sesuai ajaran agama Islam dan agama lain, menyampaikan berita bohong sama saja berbuat dosa.
Tak ada satu juga agama yang mengajarkan kebohongan kepada umatnya. Agama mana pun melarang kebohongan. Awalnya, kata wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Tengah V ini, masyarakat mempercayai media mainstream. Namun, dalam perkembangannya kepercayaan itu mulai bergeser.
"Ini karena masyarakat lebih suka menerima berita hoax sesuai selera masing-masing," katanya.
Dikatakan, jangan sampai masyarakat menikmati berita bohong. Sebab itu, masyarakat perlu mengetahui mana media dengan wartawan profesional mana yang tidak.
"Jadi tidak perlu dikuatirkan. DPR ketika merevisi UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), justru berangkat dari keinginan supaya tidak terlalu mudah menutup media," katanya. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
Baca Juga: Hendri CH Bangun : MoU Dewan Pers - Polri Akan Diperpanjang
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com