DPR Diminta Tak Terburu-buru Mengesahkan RUU PKS

| Editor: Wahyu Nugroho
DPR Diminta Tak Terburu-buru Mengesahkan RUU PKS


PENULIS : BAMBANG SUBAGIO
EDITOR : WAHYU NUGROHO

Baca Juga: Forhati Usulkan RUU PKS Diganti Menjadi RUU PJS









INFOJAMBI.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk tidak terburu-buru mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS) yang saat ini masih dalam pembahasan. Alasannya secara tersirat, masih terdapat pasal-pasal dalam RUU PKS, yang membuka celah terjadinya hubungan sejenis, dan hanya dihukum bila melakukan kekerasan dan pelecehan seksual. 





”RUU itu secara tersirat, berdampak dahsyat dalam perilaku seksual. Karenanya, perlu disempurnakan lagi,” kata Hanifa Husein, Koordinator Majelis Nasional Forhati dalam seminar di Jakarta, Selasa (2/4/2019).





Menurut Hanifa, isi dari RUU PKS yang sekarang sedang dibahas secara akademis bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar dari segala hukum yang ada di Indonesia. "Semua sudah sepakat perlunya UU kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak. Namun tidak semua sepakat terhadap adanya kebebasan seksual dan perilaku seksual yang menyimpang, " ujarnya. 





Hanifa menambahkan perangkat hukum yang ada belum memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual. Terlebih lagi RUU PKS masih banyak membuka celah terjadinya hubungan sejenis, dan hanya dihukum bila melakukan kekerasan dan pelecehan seksual.





Hanifa mengingatkan, Pancasila sebagai sumber hukum, melalui Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, mengisyaratkan, semua undang-undang yang berlaku di negara ini harus sesuai dengan ajaran agama bagi setiap pemeluk agama di Indonesia. Padahal, di dalam Islam hubungan sesama jenis adalah perbuatan yang dilarang. "Di sisi lain terdapat celah, perbuatan zina tidak dapat dihukum," katanya.





Menurut Hanifa, berbagai hal terkait kekerasan seksual yang terdapat dalam RUU PKS, sebenarnya bisa diusulkan dalam penyempurnaan undang-undang yang sudah ada seperti Undang-Undang KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), Undang-Undang Perdagangan Manusia, Undang-Undang Perlindungan Anak, atau RUU KUHP yang sampai dengan sekarang belum disahkan. Atau bisa diakomodir dengan diusulkannya RUU Kejahatan Seksual.





”Mudah-mudahan DPR yang akan datang bisa lebih smart mencermati kepentingan masyarakat tentang kekerasan seksual. Yang penting tidak tumpang tindih dengan undang-undang yang sudah ada dan harus sesuai dengan Pancasila,” katanya.***


BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya