Oleh : Yurnita Ariyani, S.Ag
IBADAH Sholat wajib merupakan rukun Islam yang kedua setelah Syahadat. Ibarat sebuah bangunan setelah pondasi sholat merupakan tiangnya. Melaksanakan sholat wajib hukumnya bagi seluruh umat Islam yang sudah baligh dan berakal sehat.
Sholat merupakan sarana penghubung antara seseorang hamba dengan penciptanya. Melaksanakan sholat merupakan suatu bentuk kepatuhan seorang hamba kepada sang Khaliq. Seorang guru tidak dapat menuntut anak didiknya, untuk patuh dan disiplin bila dirinya sendiri tidak patuh kepada yang menciptakannya.
Disiplin yang diterapkan dalam sholat tidaklah terlalu mengikat. Karena ketika seseorang tidak mampu berdiri maka dapat melaksanakan sholat dalam posisi duduk. Ketika duduk pun sudah tak mampu, sholat dapat dikerjakan dalam keadaan berbaring. Sampai pada keadaan terlemah sekali pun kewajiban sholat tidaklah menjadi gugur. Ketika kita sudah tak mampu melaksanakan apa-apa, namun masih berakal sehat, maka sholat dapat dilakukan dengan hati. Namun, apabila hati pun sudah tak mampu melaksanaknya, maka itulah saat dimana seseorang sudah harus disholatkan.
Dalam melaksanakan sholat kita dituntut untuk tepat waktu, agar tidak menjadi orang yang celaka. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Maun ayat 4 dan 5 yang artinya: “Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam sholatnya”. Lalai disini yaitu suka menunda-nunda waktus holat.
Bagi seorang pendidik (guru-red), ketaatan dalam melaksanakan sholat tepat waktu dapat menjadi fundamental dirinya dalam menjalankan tugas. Hikmah yang terkandung dalam pembinaan pribadi seorang muslim dapat dijadikan sabagai wujud sikap tawadhu’. Orang yang mampu mengerjakan sholat tepat waktu, adalah mereka yang punya kesadaran tinggi dalam mejalani hidup ini. Sadar bahwa sesungguhnya penciptaan manusia diatas dunia ini, diawali dari setetes air. Jadi kita dilarang menyombongkan diri, takabur, ria dan sebagainya.
Berbeda dengan seorang pendidik yang sering lalai dengan sholatnya. Dalam melaksanakan tugas sering lupa diri, pamer, ria dan selalu ingin disanjung. Bahkan kebanyakan mereka tidak menyadari hakekat seorang pendidik yang seharusnya dapat memberi teladan bagi anak didiknya.
Ketika kita menuntut anak didik dengan segala hal yang mengarah kepada kebaikan, seharusnya terlebih dahulu kita memberikan contoh kepada mereka. Dengan teladan yang baik akan lebih mudah bagi kita mengarahkan anak didik sesuai tujuan pendidikan Nasional.
Sholat juga dapat dijadikan sabagai pembinaan disiplin waktu. Sholat mendidik kita untuk dapat membagi dan memanfaatkan waktu dengan baik. Orang yang lengah dalam sholat, berarti umurnya tidak mendapat berkah. Allah SWT menegaskan, agar kita benar-benar dapat memanfaatkan waktu dangan baik. Seperti Firman Allah Q.S. al-Asr 1 – 3 yang artinya; “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasehati, supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasehati supaya menetapi kesabaran".
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita selalu bertemu dengan waktu sholat Zuhur. Sepatutnyalah guru-guru muslim menyarankan anak didiknya, untuk segera mendirikan sholat. Bila bertepatan dengan waktu pulang sekolah, maka hendaklah guru tersebut mengingatkan kepada anak didiknya, agar segera melaksanakan sholat setibanya di rumah.
Bagaimana dengan guru tersebut? Karena jam pulang peserta didik lebih awal dari pendidik, maka sebaiknya seorang guru itu melaksanakan sholatnya di sekolah. Namun, pada kenyataannya banyak diantara mereka yang enggan untuk melaksanakan sholat di sekolah, walaupun sudah masuk waktunya, dengan berbagai macam alasan.
Ada yang mengatakan, kalau sholat di sekolah itu tidak nyaman. Karena mereka biasanya akan melepas seluruh pakaian dinasnya dan mengganti dangan pakaian lain (daster). Bahkan, ada yang beranggapan kalau sholatnya tidak sah, karena pakaiannya berkeringat. Kenyataan seperti ini, menunjukan bahwa masih banyak diantara guru-guru tersebut yang belum memahami tentang pelaksanaan sholat. Suka mengulur-ulur waktu dan lalai dengan kewajibannya.
Berbeda dengan sekolah yang setiap harinya mewajibkan siswanya, untuk melaksanakan sholat zuhur di sekolah. Guru sebagai pengawas sekaligus harus juga melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Tanpa banyak alasan mereka melaksanakan kewajiban tersebut. Secara tidak lansung mereka telah membiasakan diri untuk sholat tepat waktu.
Dalam kenyataan yang terlihat, Sekolah yang bernuansa agama akan lebih cendrung menghasilkan anak didik yang berahklak mulia daripada sekolah umum lainnya. Karena pembiasaan sholat tepat waktu telah mempengaruhi pendidikan di sekolah tersebut. Dan guru-gurunya pun secara tidak lansung telah menanamkan kebiasaan untuk disiplin waktu***
( Penulis adalah Guru Agama SDN 220/IV Telanaipura Kota Jambi ).
Baca Juga: Nasib Guru Non-PNS Terancam, Zola Akan Berjuang Mati-Matian
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com