Negosiasi antara Jakarta dan dewan regionalis tak kunjung berhasil. Pada 10 Februari 1958, Letnan Kolonel Husein memberi ultimatum kepada Kabinet Juanda untuk mengundurkan diri dalam waktu lima hari.
Selain itu mereka juga menuntut agar Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubowono IX dapat membentuk kabinet zaken kabinet yang terdiri para profesional.
Kabinet Juanda menolak tuntutan tersebut. Tak lama kemudian, pada 15 Februari 1958, kelompok tersebut memproklamasikan PRRI di Padang, Sumatera Barat, dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri dan Soemitro Djoyohadikusumo Menteri Perdagangan dan Komunikasi.
Soekarno menjawab dengan operasi militer, dengan sandi operasi 17 Agustus dibawah panglima Kolonel TNI Ahmad Yani yang pasukannya banyak dari Kodam Diponegoro berhasil menumpas PRRI dengan cepat. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein menyerahkan diri dan berakhirlah PRRI.
Baca Juga: Mutasi Polri, Kapolda dan Pati Dikuasai Akpol 88 Sementara Angkatan 91 Bertabur Bintang..
Setelah mengalami kekalahan pemerintah pusat menunjuk Harun Zain jadi Gubernur Sumbar, akan tetapi di jajaran pemerintahan sebagian besar di jabat orang Jawa. Birokrasi sipil, militer dan kepolisian. Orang Sumatera Barat melihat diri mereka sebagai warga negara kelas dua.
Kondisi yang tidak menguntungkan di Sumatera Barat banyak yang merantau ke daerah lain. Ketika anaknya lahir nama anaknya ke Jawa Jawaan atau ke Barat Baratan, salah satu strateginya mendekatkan diri ke pemerintah pusat. "Bagi yang merantau ke Jawa, mereka lebih mudah diterima ke dalam institusi pemerintahan." Ujar Asnan.***
Baca Juga: Perombakan Pejabat Pemprov Jambi : Penuh Sensasi dan Toleransi Serta Minim Prestasi
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com