UNDANG-UNDANG Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan bahwa UUS yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional (BUK) harus melakukan spin-off selambat-lambatnya 15 tahun setelah penerbitan undang-undang.
Kewajiban Unit Usaha Syariah (UUS) perbankan untuk memisahkan diri dari induknya atau spin-off masih menghantui pelaku industri perbankan.
Baca Juga: Zola Ingatkan Pengelola Bank Jambi Tidak Cepat Puas
Dikatakan menghantui tantangan ini menyangkut masalah penyertaan modal dan pengalihan aset. Masalah modal ini juga dihadapi Bank Jambi Syariah dalam memisahkan diri (spin off) dari Bank Jambi induknya.
Karena Bank Syariah yang berasal dari pemisahan UUS BPD harus mempunyai modal inti minimum 1 triliun di awal pendirian KUB. Selain itu, BPD sebagai Bank Induk UUS harus memiliki modal inti 3 triliun paling lama 31 Desember 2024.
Baca Juga: Upaya Tingkatkan Elektrifikasi, Jambi – UNDP Jalin Kerjasama
Dalam hal ini saya melihat keputusan spin-off sebaiknya diserahkan kepada corporate action masing-masing bank, bukan atas amanat undang-undang. Hal ini karena setiap UUS membutuhkan treatment dan timeline yang berbeda dalam pengembangan bisnisnya, sehingga sebaiknya tidak diatur seragam terkait waktu spin-off.
Hal ini sejalan dengan pendapat berbagai kalangan, termasuk dari Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) mengusulkan agar kewajiban pelepasan Unit Usaha Syariah (UUS) dari entitas induk alias spin off ditunda dari target awal paling lambat pada 2023.
Baca Juga: Gubernur Resmikan Kantor Pelayanan Bank Jambi di Jakarta
Usulan ini mempertimbangkan kondisi bisnis dari para UUS menerima tekanan bisnis yang cukup besar seperti halnya sektor bisnis lain di tengah pandemi virus corona atau covid-19. Selain itu, industri perbankan syariah sejatinya masih cukup muda di Indonesia, dengan kapasitasnya di kalangan industri keuangan yang relatif kecil.
Untuk itu, lebih baik UUS fokus pada pengembangan usaha ketimbang spin off yang membutuhkan modal besar dalam bentuk penyertaan modal dan pengalihan aset.
Sehingga Penundaan spin off itu perlu sesegera mungkin dibicarakan untuk membuat landscape yang baru untuk perbankan syariah.
Berkaca dari negara lain tentang perkembangan bisnis syariah masih terus menjalankan praktek UUS. Di beberapa negara, UUS masih berjalan, hanya beberapa yang Badan Usaha Syariah (BUS). Jadi BUS dan UUS berdampingan, tidak ada kewajiban UUS jadi BUS.
Lalu bagaimana dengan Bank Jambi Syariah ? Tentu saja Bank Jambi selalu memberi dukungan terhadap ekosistem keuangan syariah atau islamic financial di Provinsi Jambi.
Selama ini Kinerja syariah Bank Jambi menunjukkan tren positif baik termasuk dari sisi pembiayaan. Dalam artian Kinerja syariah Bank Jambi terus tumbuh dengan baik, bahkan melampaui target.
Sebenarnya OJK sudah memberikan relaksasi bagi kelangsungan bisnis bank syariah saat ini. Relaksasi bisa dirasakan oleh bank syariah yang memiliki induk usaha bank konvensional yang masuk kategori bank BUKU IV atau bank dengan modal inti di atas Rp30 triliun.
Misal bank konvensional BUKU IV dan anaknya syariah BUKU II, fasilitas BUKU IV bisa dimanfaatkan BUKU II, asal sinergi dengan bank BUKU IV nya, bank konvensionalnya.
Melalui sinergi ini manfaat IT bisa digunakan, tidak perlu bangun sendiri, tinggal di-cantol-kan saja, kantornya bisa gunakan kantornya bank konvensional
Namun walau bagaimanapun Bank Jambi harus menentukan sikap, sebagai Bank yang mempunyai unit usaha syariah 2023 harus menentukan sikap, mau spin off atau tidak, agar unit syariah terus eksis.
Tentu saja Pandemi Covid-19 kian mempersulit persiapan UUS untuk spin-off. Tekanan ekonomi dari Covid-19 semakin membuat pelaku industri perbankan kesulitan untuk melaksanakan kewajiban tersebut.
Dalam kondisi pandemi, ketidakstabilan bisnis bank induk membuat keputusan besar seperti spin-off menjadi sulit dilakukan.
Penilaian kesiapan UUS bisa dilihat melalui indikator total aset, modal inti, dan tingkat kesehatan bank yang dipantau per 2019 dan 2020.
Kendala yang muncul dalam mempersiapkan spin-off akibat pandemi pun tak terhindarkan. Kondisi pandemi memaksa bank induk harus melakukan pencadangan sebagai akibat dari restrukturisasi kredit yang berpotensi jatuh menjadi Non-Performing Loan (NPL) setelah masa relaksasi berakhir.
Hal ini akan memberatkan BUK ketika harus menyetor modal kepada UUS yang di-spin-off pada masa recovery pasca pandemi. Walaupun batas minimal modal BUS sebesar Rp500 milyar, namun untuk bisa bersaing dalam industri perbankan, BUK paling tidak harus menyetorkan modal kepada BUS baru minimal Rp1 triliun.
Kewajiban spin-off yang dibatasi oleh waktu, baik ada atau maupun tidak adanya pandemi, memiliki beberapa tantangan, antara lain kebijakan mewajibkan spin-off juga akan menghasilkan banyak BUS dengan aset dan modal yang kecil, sehingga kontraproduktif dengan tren penguatan industri perbankan melalui skema konsolidasi dan peningkatan modal inti menjadi minimum Rp3 triliun pada tahun 2022.
Spin-off dapat berjalan dengan baik, UUS Bank Jambi perlu menyiapkan beberapa hal. Pertama, memiliki modal inti minimal Rp1 Triliun. Jika ingin bersaing lebih baik, maka sebaiknya Bank Umum Syariah (BUS) memiliki modal inti minimal Rp3 Triliun. Hal itu sesuai usulan modal minimal Rp3 triliun pada 2022 oleh OJK.
Kedua, memiliki total aset yang cukup. Indikator total aset yang cukup dikembalikan kepada masing-masing bank, salah satunya bisa menggunakan indikator proporsi aset terhadap bank induk.
Ketiga, memiliki tren tingkat kesehatan bank dengan predikat sangat sehat. Keempat, memiliki infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis BUS, termasuk kesiapan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).
Kelima, memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan induknya sehingga dapat melakukan sinergi (leveraging) dalam berbagai lini, kecuali dalam hal struktur manajemen dan permodalan.
Tapi jika memang UU kebijakan spin-off ini tidak berubah, mau tidak mau UUS Bank Jambi harus siap. UUS Bank Jambi perlu melakukan beberapa persiapan untuk itu. Pertama dari segi SDM yang harus disiapkan. Kedua, dari segi infrastruktur seperti digital banking.
Meski demikian, sekali lagi saya menilai, spin-off Bank sebaiknya diserahkan ke keputusan bisnis masing-masing bank, jangan berdasarkan tenggang waktu, tapi berdasarkan keputusan bisnis.
Penulis adalah Pengamat Perbankan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com