Editor: Rahmad
INFOJAMBI.COM - Tahanan kasus dugaan tindak pidana pencurian ternak, Arkin Ana Bira alias Arkin (30), Kamis malam lalu tewas dalam sel tahanan Polsek Katikutana, Polres Sumba Barat, NTT.
Korban diduga dianiaya petugas dalam ruang tahanan Polsek Katikutana.
“Hasil pemeriksaan nantinya akan dilihat. Apabila ditemukan adanya tindakan anggota yang tidak sesuai prosedur, maka akan dilakukan proses hukum sesuai aturan yang berlaku,” kata Kapolres Sumba Barat AKBP F.X Irwan Arianto, Minggu (12/12/2021).
Ia meminta masyarakat untuk tenang dan percayakan kasus ini kepada tim Provos Polres Sumba Barat.
“Percayakan kepada kami, Sipropam Polres Sumba Barat akan melakukan penyelidikan dan proses hukum secara transparan sesuai aturan yang berlaku. Jika hasil terbukti karena kalalaian oknum anggota pasti akan diproses hukum,” tegas AKBP Irwan Arianto .
Kematian Arikin bermula dari Laporan Polisi Nomor: LP/B/03/I/2021/SPKT/Polsek Urban Katikutana/Polres Sumba Barat/Polda NTT tanggal 06 Januari 2021. dan LP/B/57/VIII/2021/SPKT/Sek. KTN/Res. Sumba Barat/Polda NTT.
Sesuai dengan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.KAP/23/XII/2021/SEK.KTN melakukan penangkapan terhadap Arkin.
“Karena itu Arkin Ana Bira ditangkap Rabu 8 Desember 2021 sekira pukul 22.30 Wita. Namun pada Jumat 10 Desember 2021 korban Arkin diketahui meninggal dalam tahanan,” jelas AKBP Arianto.
Menurut juru bicara keluarga korban, Antonius Gala, pada Rabu malam ada anggota polisi berpakaian sipil berjumlah sekitar enam hingga delapan orang dengan senjata lengkap mendatangi dan mengepung rumah kerabat Arkin bernama Andreas Maki Pawolung untuk menangkap.
"Jadi jam 10 lebih (22.00 WITA) datang beberapa orang ke rumah om-nya (paman) Arkin. Ternyata mereka adalah polisi yang bersenjata lengkap datang untuk menangkap," jelas Antonius.
Saat melakukan penangkapan, para polisi tersebut, sempat adu mulut dengan Andreas karena menurut Antonius, para polisi tersebut tidak bisa menunjukkan surat perintah penangkapan yang diminta oleh Andreas.
Polisi, kata dia, juga tidak menjelaskan kasus yang disangkakan terhadap Arkin. Saat itu, lanjut Antonius, Arkin tidak berada di dalam rumah dan sedang bermain petasan.
Namun, sejumlah polisi lalu menangkap Arkin di sekitar rumah Andreas. Setelah ditangkap, diborgol dan juga diikat kaki dan tangannya.
"Saat itu (mereka) kepung rumah dan kelihatan banyak sekali, tapi yang masuk dalam rumah ada empat orang dan empat orang yang di luar yang menangkap Arkin," tambahnya.
Setelah ditangkap, kata Antonius, para polisi tersebut langsung membawa Arkin dengan sepeda motor dan tidak lagi mengindahkan permintaan Andreas untuk menunjukkan surat perintah penangkapan.
Kata Antonius, dari informasi yang diterima keluarga, Arkin ditangkap polisi karena dugaan terlibat kasus pencurian dan penganiayaan.
"Kami (keluarga) tahu dari postingan di media sosial bahwa Arkin dituduh penganiayaan dan pencurian", kata Antonius.
Keesokan harinya, yakni Kamis (9/12) sekitar jam 10.00 Wita, datang Kapolsek Katiku Tana memberitahukan kepada Andreas dan keluarga lainnya bahwa AA telah meninggal dunia.
"Keluarga kaget dan tidak percaya, keluarga juga keberatan. Bagaimana Arkin baru ditangkap tadi malam tapi pagi ini sudah meninggal", kata Antonius.
Saat diberitahukan tentang kematian Arkin juga menurut Antonius, Kapolsek Katikutana tidak memberitahukan penyebab kematian korban dan tidak secara tegas memberitahukan dimana korban meninggal dunia.
"Pak Kapolsek hanya memberitahukan bahwa korban meninggal karena sesak napas saat bertengkar dengan tahanan lain", tambah Antonius.
Awalnya, kata Antonius, keluarga menolak jenazah korban untuk diserahkan kepada keluarga.
Tetapi setelah pihak Pemerintah Daerah Sumba Tengah melakukan mediasi dengan pihak keluarga akhirnya keluarga mau menerima jenazah korban.
Saat itu, kata Antonius, pihak Pemda yang melakukan mediasi dengan keluarga korban adalah Asisten 1 Sumba Tengah, Adris Sabaora dan Kepala Dinas Polisi Pamopraja Sumba Tengah, Christian Sabarua atas perintah dari Bupati Sumba Tengah.
"(Jenazah) Diantar oleh polisi, difasilitasi oleh Pemda (Sumba Tengah), diantar dari Rumah Sakit Daerah Waikabubak (Sumba Barat) terus mampir di Pemda dan difasilitasi oleh Pemda datang ke keluarga untuk antar jenazah, dari pemda Asisten satu dan Kadis Pol. PP atas perintah bapak Bupati (Sumba Tengah)," jelas Antonius.
Keluarga menduga Arkin meninggal karena mengalami kekerasan sesaat setelah ditangkap oleh polisi. Karena saat peti jenazah dibuka, ditemukan memar pada wajah korban, patah tulang leher, patah kaki kanan dan tangan kanan.
Selain itu ditemukan luka tusukan di beberapa bagian tubuh korban.
"Ada sekitar tiga luka tusukan," ujar Antonius.
Antonius menyebutkan, mereka belum mengambil langkah hukum untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian yang dianggap bertanggungjawab atas peristiwa kematian Arkin.
Saat ini, kata Antonius, keluarga masih fokus untuk mengurus pemakaman yang akan dilaksanakan pada Senin (13/12) siang. Jenazah masih disemayamkan di Kampung Waikawolu, Desa Malinjal, Kecamatan Katikutana Selatan, Sumba Barat.
Keluarga, lanjut Antonius, meminta pertanggungjawaban pihak kepolisian dari Polres Sumba Barat karena Arkin ditangkap dan dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa.
"Polisi harus bertanggung jawab atas kematian Arkin," tegas Antonius.
Dikatakan Antonius, keluarga menuntut agar aparat kepolisian yang terlibat agar diproses hukum. Karena sebagai aparat penegak hukum harusnya menjadi pelindung bukan justru melakukan kekerasan.
"Harusnya ketika berada di tangan polisi, dia mendapat perlindungan," kata Antonius. (Berbagai Sumber)
Baca Juga: Teka-Teki Kematian Plt Sekda Tebo Terkuak, Ini Sebabnya...
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com