Dalam tulisan Denny ia tidak menyebut nama tokoh- tokoh yang diwawancarainya. Namun, ketika saya tanya, Denny membeberkannya. Lengkap. Giliran saya sekarang, apakah mau menuliskan atau tidak. Saya memilih tidak menuliskan karena itu perlu konfirmasi kepada masing - masing yang bersangkutan.
Namun, sebenarnya keriuhan tokoh - tokoh antar pimpinan parpol yang saling beranjangsana, telah menampakkan diri secara terang benderang. Pelaku yang disebut Denny yang merusak demokrasi.
Terutama pasca PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai cawapresnya.
Prof Denny ini juga toooh pemberani, salah satu dari sedikit intelektual yang masih bersuara menyerukan keadilan dan kebenaran.
Baca Juga: Dewan Kehormatan PWI Ingatkan Pentingnya Kompetensi dan Penaatan Kode Etik Wartawan
Saat Denny bercerita yang sangat detil, saya malah mencemaskan keluarganya. Saya menoleh ke Ida Rosyidah, istrinya. " Tidak cemas, Mbak?" saya tanya."Iya lah, Pak. Sampai sekarang saja kami digantung. Sudah berjalan 8 tahun status Pak Denny ditersangkakan belum jelas ujungnya," sahut Ida sambil tersenyum.Yang dimaksud Ida adalah kasus payment gateway yang ditangani Polri. Yang menyoal kebijakan Denny Indrayana di masa menjabat Wakil Menteri Hukum dan Ham.
"Anda, lawyer kok, tidak balik menggugat?," tanya saya berbalik ke Denny. "Lha? Ini kan bukan kasus hukum. Kalau kasus hukum jelas tinggal dihadapi secara hukum," balasnya cepat.
Baca Juga: DK PWI Kecam Pelecehan Kredibilitas Wartawan dan Media Pers
Tidak jelas adakah hubungan dengan uraian dalam analisis Denny dan teriakan tokoh prodemokrasi lainnya seperti Rocky Gerung, Syahganda Nainggolan dan Said Didu, dengan tulisan kolom Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo. Tulisan putra mantan Wakil Presiden itu berjudul " Etika Menuju 2024" yang dimuat banyak media juga viral di Tanah Air.
Ancaman Pertahanan & Keamanan
Baca Juga: DK PWI : Wartawan Harus Jaga Jarak dalam Kontestasi Pilkada
Mayjen Kunto Arief Wibowo mengawali tulisannya dengan menyorot tahun politik menjelang Pemilu 2024 yang gegap gempitanya sudah mulai terasa sekarang. Komunikasi politik sudah berlangsung, tidak hanya di level kelompok yang akan bertarung, tapi merembet juga ke masyarakat.
Kencangnya suhu yang dibangun serta kuatnya terpaan media menjadikan komunikasi politik begitu dinamis, fluktuatif, sekaligus sarat muatan provokatif. Andai dinamika terus dibiarkan dan provokasi bebas berkembang, jadi ancaman pertahanan keamanan kita. Ini perlu diwaspadai.
"Sejatinya, berpolitik itu bukan asal bicara, karena di sana ada suara yang mesti dipertanggungjawabkan," tulis Pangdam III Siliwangi itu.
Dari kalangan militer aktif, rasanya baru Mayjen Kunto Arief Wibisono yang merespons dinamika politik dengan perasaan cemas.
Kata Pangdam, komunikasi politik kini menjadi rentan dan mudah membawa perpecahan bila tidak disadari dan didasari dengan sikap interpretatif yang baik. Media sosial kini telah banyak dibahas sebagai sebuah perantara untuk penyusunan agenda politik.
"Ketiadaan gatekeeping (yang dulu dimiliki media tradisional) kini di dalam platform digital secara potensial telah meningkatkan kapasitas berbagai orang, pihak, kelompok, dan seterusnya, untuk menjadi aktor yang menyusun berbagai agenda politik," lanjutnya.
Semestinya, lanjut Kunto lagi, cukup dengan kembali ke Pancasila, melihat sisi-sisi yang diharuskan. Keharusan menjaga persatuan kesatuan, keberadaban, dan keadilan serta etika, itu sudah cukup.Kita sepertinya membutuhkan Pancasila dalam politik sekarang ini, karena sedang tidak baik-baik saja.
"Akan tetapi, andai ketidakpedulian tetap terjadi dan semakin menguat, maka demi alasan pertahanan dan keamanan, TNI agaknya harus sedikit maju mengambil posisi. Semoga itu tidak terjadi," tutupnya.
Saya yang sekarang cemas karena peringatan dari perwira tinggi TNI aktif ini. Bagaimana dengan Anda?
Melbourne, 3 Mei 2023.
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com