“Kampanye pamungkas kali ini berlangsung sangat keras, karena secara eksplisit bagi pasangan Anies dan Muhaimin serta Ganjar dan Mahfud, bukan sekadar kalah menang, namun lebih dari itu sebagai bentuk perlawanan terhadap pasangan Prabowo dan Gibran yang mendapatkan dukungan penuh dari Presiden Jokowi,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.
Dikemukakan, penetrasi politik paling dalam dilakukan pasangan Ganjar dan Mahfud yang sengaja memilih Solo dan Semarang sebagai perlawanan terbuka terhadap keluarga Presiden Jokowi yang bertempat tinggal di Solo. Bahkan dalam kampanye menyeruak kalimat Solo bukan Gibran.
Baca Juga: Jamuan Makan Jokowi dengan Tiga Capres Hanya Kemasan Politik
“Itu bentuk simbolik kemarahan banteng ketaton di Jawa Tengah terhadap sikap Jokowi yang dianggap menghianati PDIP,” ujar ilmuwan politik Unas itu.
Bagi PDIP, lanjut Ginting, Jawa Tengah tidak boleh kalah. Tradisi itu akan dipertahankan mati-matian oleh partai yang menjadi kelanjutan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1926. “Jika PDIP sampai kalah di Jawa Tengah, maka akan rontok pula di beberapa wilayah di mana PDIP cukup kuat, seperti di Jawa Timur dan Bali.”
Baca Juga: Jika Terpilih Jadi Presiden, Anies Prioritaskan Harga Bahan Pangan
Sebaliknya bagi keluarga Jokowi, kata Ginting, wajib menang di Solo, tempat asal Jokowi pernah menjadi Walikota dan kini diteruskan dinastinya, Gibran bin Jokowi. Di sisi lain Solo menjadi daerah pemilihan (dapil) bagi Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Pada pemilu 2019, Puan meraih suara terbanyak di wilayah Surakarta itu.
Disebutkan, pilihan JIS artinya Anies Baswedan optimistis akan mempertahankan kemenangan dari loyalisnya di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Apalagi Jakarta episentrum politik di Tanah Air.
Baca Juga: Pesan Moral Akademisi Terhadap Presiden Jokowi Mirip dengan Era Sukarno dan Soeharto
Prabowo menggunakan GBK untuk menunjukkan partai pendukungnya juga mampu melakukan mobilisasi politik besar-besaran. Sekaligus sebagai pertanda kepada publik mereka layak menjadi pemenang pilpres kali ini, setelah dua kali Prabowo kalah dalam pilpres 2014 dan 2019.
Selain itu, kampanye terakhir Anies dan Prabowo yang sama-sama berlangsung di Jakarta menjadi pertanda terjadinya pertarungan adu kualitas dan kuantitas massa pendukung kedua kontestan tersebut. Baik secara partisipasi politik maupun mobilisasi politik.
“Jadi semua kontestan melakukan show of force terakhir untuk menunjukkan mesin politiknya dapat memenangkan kontestasi pilpres yang sangat keras ini,” ujar Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik itu.
Meskipun kampanye sudah berakhir, lanjut Ginting, namun mesin politik tetap harus dalam posisi panas hingga hari pencoblosan yang berlangsung pada 14 Februari 2024 mendatang. “Mereka akan menjaga iman politik loyalisnya agar tidak murtad pindah haluan ke kontestan rivalnya,” pungkas Ginting.*****
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com