Karhutla Dan Pentingnya Pemanfaatan Data Tinggi Muka Air Tanah

Karhutla Dan Pentingnya Pemanfaatan Data Tinggi Muka Air Tanah

Reporter: Opini | Editor: Admin
Karhutla Dan Pentingnya Pemanfaatan Data Tinggi Muka Air Tanah
DR. Asnelly Ridha Daulay || Foto : Dokpri
KLHK memberi arahan tata kelola air di lahan gambut harus memenuhi indikator pemantauan tinggi muka air tanah (TMAT) < 0,4 meter. Seandainya angka pemantauan TMAT 50 cm, itu merupakan peringatan dini bahwa kebakaran lebih mudah terjadi dibanding ketika level air di angka 40 cm atau 30 cm. Pada situasi tersebut Tim Satgas Karhutla harus waspada, menggencarkan patroli dan kampanye ke masyarakat agar tidak membakar apapun di lahan, atau tidak membuang puntung rokok sembarangan. Hal-hal yang dianggap sepele tersebut cukup untuk memicu kebakaran di lahan gambut.

Beberapa lembaga seperti Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Korea-Indonesia Forest Centre (KIFC) menjadi sponsor atau pemberi dana pemasangan alat ini di berbagai tempat di Sumatra. Perusahaan perkebunan sawit yang areal perkebunannya pernah terbakar, mendapat sanksi KLHK dan masuk program pemulihan lahan bekas terbakar telah memasang alat ini. Beberapa alat pengukur TMAT sebelumnya dipasang di Hutan Lindung Gambut Londerang, Tanjung Jabung Timur namun terbakar pada 2019 lalu.

Melihat luasnya lahan gambut yang harus dijaga, diperlukan banyak alat pengukur TMAT. Sayangnya biaya pembelian alatnya cukup mahal (1 unit alat kisaran harganya Rp 80 juta sampai Rp 100 juta).

Baca Juga: KLHK Jamin Kelangsungan Bisnis PT.RAPP

Mempertimbangkan hal tersebut, prioritas pemasangan alat di area penggunaan lain (APL) yang pernah terbakar. Beberapa alat juga dipasang di dekat sekat kanal. Selain sebagai early warning system karhutla, tujuannya juga untuk melihat kemajuan program pembasahan lahan (rewetting) yang merupakan manfaat harapan dari pembangunan sekat kanal dan melakukan intervensi tata kelola air di lahan gambut.

Hal yang perlu ditingkatkan terkait pemanfaatan data tinggi muka air tanah adalah penyebaran data tersebut ke masyarakat dan tim Satgas Karhutla serta memahami hubungan data level air tersebut dengan resiko kebakaran lahan. Saat ini hal tersebut belum akrab di tengah masyarakat. Masyarakat dan pemerhati karhutla lainnya mungkin lebih akrab dengan data hot spot (titik panas) dan indeks kualitas udara dibanding data TMAT ini.

Baca Juga: Wagub Abdullah Sani Ajak Masyarakat Selamatkan Kualitas Sungai Batanghari

Mengingat alat ini telah terpasang di berbagai tempat rawan kebakaran meskipun jumlahnya belum banyak, sudah semestinya dimanfaatkan dengan baik. Perangkat organisasi pemerintah daerah dan lembaga yang tergabung dalam Satgas Karhutla dapat memanfaatkan data tinggi muka air tanah ini untuk mengambil keputusan terkait mobilisasi tim dan keputusan penting lainnya.

Sebelumnya perlu disepakati siapa/lembaga apa yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan data TMAT tersebut ke pihak-pihak yang berkepentingan. Kesepakatan itu belum ada dan perlu ditetapkan agar data TMAT bermanfaat untuk mencegah Karhutla.

Baca Juga: Kampung Mantap Lingkungan Hidup, Merubah Mindset Membuang Jadi Kelola Sampah

Penulis: Dr. Asnelly Ridha Daulay, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi.

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya