INFOJAMBI.COM — (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka (Al-Baqarah:3)
Apakah Anda termasuk ke dalam seseorang yang mendistribusikan hartanya di jalan Allah? Ini adalah pertanyaan yang harus para pembaca sekalian jawab sekiranya bila saudara/i memahami perintah dari ayat diatas.
Mungkin sebagian dari pembaca bingung apa yang dimaksud distribusi dalam Islam. Lalu kami sebagai penulis tentunya harus memberi tahu para pembaca apa yang dimaksud distribusi tersebut.
Pengertian distribusi dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dan sebagainya.
Secara konvensional, distribusi diartikan sebagai proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan. Meskipun, dalam konvensional pemahaman arti distribusi masih sempit dan cenderung mengarah kepada perilaku ekonomi yag bersifat individu, namun dapat dipahami bahwa dalam distribusi terdapat sebuah proses pendapatan dan pengeluaran dari sumber daya yang dimiliki negara.
Lalu bagaimana pemahaman distribusi dalam Islam?
Dalam perspektif islam, konsep distribusi memiliki maksud yang lebih luas, yaitu peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar diantara golongan tertentu saja (Djamil, 2013).
Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi Islam karena pembahasan distribusi khususnya distribusi pendapatan berkaitan bukan saja dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan aspek politik. Maka, distribusi dalam islam menjadi perhatian bagi ahli dan aliran pemikir ekonomi islam dan konvensional sampai saat ini.
Di lain pihak, keadaan ini berkaitan dengan visi ekonomi Islam ditengah-tengah umat manusia lebih sering mengedepankan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik (Hakim,2012).
Sementara Zarqa (1986) mengemukakan bahwa definisi distribusi ialah transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui pasar) atau dengan cara yang lain, seperti : warisan, shadaqoh, wakaf dan zakat.
Dari definisi yang dikemukakan oleh Zarqa diatas, kita dapat mengetahui bahwa pada dasarnya (dan secara tidak langsung), ketika kita berbicara tentang aktifitas ekonomi dibidang distribusi, maka kita akan berbicara pula tentang konsep “ekonomi” yang “ditawarkan” oleh islam.
Hal ini lebih melihat pada bagaimana islam mengenalkan konsep pemerataan pembagian hasil kekayaan negara melalui distribusi tersebut, yang tentunya pendapatan negara tidak terlepas dari ajaran-ajaran syariah islam, seperti zakat, wakaf, warisan dan lain sebagainya.
Jika para pembaca sudah memahami makna “distribusi” dalam islam, maka akan timbul pertanyaan, “Apa hubungan keadialan distribusi dengan kemakmuran suatu negara? Dan bagaimana cara memenuhinya?” Sesuai dengan judul dari tulisan ini, maka penulis akan menjelaskan hal tersebut secara rinci dan jelas.
Kemakmuran suatu negara tidak terlepas dari keadilan distribusi bagi setiap individu di negara tersebut. Namun, apakah keadilan distribusi tersebut telah dipenuhi? Pada kenyataannya, terjadi ketimpangan dan ketidakadilan dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan, sehingga berdampak pada meningkatnya kemiskinan dan kenjangan ekonomi. Bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Lebih awal penulis akan menjelaskan konsep “keadilan” yang dimaksud.
Kebijakan distribusi dalam islam menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan yang didasarkan pada Al-Qur’an, yakni agar kekayaan tidak beredar hanya pada suatu kelompok masyarakat saja. Karena itu, masyarakat “dituntut” untuk menyadari pentingnya menciptakan keadilan distribusi dan mempersempit kesenjangan ekonomi dengan cara menunaikan zakat, infak, sedekah, wakaf dan waris, agar dapat mengoptimalkan pendistribusian pendapatan dan harta kepada individu lainnya.
Jusmaliani (2005) menguraikan mengenai dimensi keadilan dalam kaitannya dengan ekonomi islam. Keadilan diartikan sebagai memberikan kepada semua yang berhak akan haknya, baik pemilik hak itu sebagai individua tau kelompok tanpa melebihi ataupun mengurangi. Tanpa melakukan pemihakan yang berlebihan, setidaknya dalam koridor konsep maupun premis, Islam mengajarkan tentang jauh lebih dulu sebelum kaum konvensonal meletakkan prinsip-prinsip keadilan dalm ekonomi. Islam telah memiliki dasar hukum yang kuat dalm pengaturan keadilan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara individu dan masyarakat, antara jasmani dan rohani, maupun antara dunia dan akhirat.
Keadilan dalam distribusi diartikan sebagai suatu distribusi pendapatan dan kekayaan secara adil sesuai dengan norma-norma fairness yang diterima secara universal. Keadaan sosial yang baik ialah keadaan yang memprioritaskan kesejajaran yang ditandai dengan tingkat kesejahteraan pendapatan (kekayaan) yang tinggi dlam sistem sosial, memberikan kesempatan yang sama dalam berusaha, dan mewujudkan aturan dalam berusaha, dan mewujudkan aturan yang menjamin setiap orang untuk mendapatkan haknya berdasarkan usaha-usaha produktifnya. Di samping itu, yang tak kalah pentingnya ialah memastikan bahwa struktur produksi harus menjamin terciptanya hasil-hasil yang adil (Naqvi, 1994).
Agar tidak terjadi “penyimpangan” dalam pendistribusian pendapatan dan harta, maka diperlukan peran negara. Prinsip keadilan yang harus diperankan oleh negara terhadap masyarakat meliputi seluruh sektor kehidupan, mulai dari agama, pendidikan, kesehatan, huku, politik, hingga ekonomi. Dalam persoalan ekonomi, negara harus menjamin dan memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesmpatan yang sama untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya ekonomi. Dengan hal ini, maka setiap orang akan dapat hidup sengan standar kebutuhan minimum, seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan, keamanan, pakaian, ibadah, dan pendidikan. Untuk itu, peran negara sangat diperlukan dalam hal mengatur pemanfaatan sumber daya ekonomi tersebut agar dapat terdistribusi secara adil dan merata, sehingga tidak ada satupun bagian dari anggota masyarakat yang terzalimi haknya baik oleh negara maupun sesame anggota masyarakat untuk memperoleh hak akses terhadap sumber daya ekonomi tersebut.
Dan akhirnya, pembaca dapat memahami tujuan dari distribusi dalam islam, yaitu agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian kecil masyarakat, melainkan selalu beredar dalam seluruh masyarakat. Keadilan distribusi juga menjamin terciptanya pembagian yang adil dalam “kemakmuran”, sehingga memberikan kontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik.
Penulis : Nursyah Permata Sari, Cahyatun Hasanah, Ferdi Wahyudi YD, Siska
Baca Juga: Koramil 415-11 Jambi Timur Sosialisasi Wawasan Kebangsaan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com