Kesenjangan Konsep dan Realitas, Penyebab Kepala Daerah Bermasalah

| Editor: Muhammad Asrori
Kesenjangan Konsep dan Realitas, Penyebab Kepala Daerah Bermasalah
Peneliti LIPI, Siti Zuhro



INFOJAMBI.COM - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, berpendapat proses dan mekanisme Pilkada langsung: dari, oleh, dan untuk rakyat, dimaksudkan sebagai cara yang mulia untuk memilih pemimpin.

Pertama, rakyatlah yang memilih, sehingga aspirasi rakyatlah yang mengedepan. Ini tercermin dari kepala daerah yang dipilih rakyat. Kedua, ownership sebagai citizen/warganegara, mensyaratkan rakyat ikut menentukan pemimpin daerah yang tepat, untuk memajukan daerah dan memberdayakan masyarakat lokal.

Namun, kata Siti Zuhro, kesenjangan terjadi antara Pilkada di tataran konsep dan realitas.

“Kesenjangan disebabkan oleh banyaknya penyimpangan dan pelanggaran, khususnya terkait uang dalam Pilkada,“ kata Siti Zuhro, di Jakarta, Selasa (6/2).

Wakil Ketua Komisi II DPR, Ahmad Riza Patria, menilai banyak OTT oleh KPK kepada kepala daerah mengandung unsur kejutan. Pasalnya, beberapa dari kepala daerah yang ditangkap KPK, adalah kepala daerah yang dinilai berhasil memajukan daerahnya.

"Ini yang membuat kita kaget. Daerahnya maju, tapi kepala daerahnya memiliki masalah integritas. Ini bisa dilihat dari fakta kasus suap dan korupsi yang marak saat ini," kata Ahmad Riza.

Politisi Gerindra ini, mengajak semua pihak, termasuk Kemendagri dan Presiden, mencari terobosan atau solusi, agar kasus penangkapan kepala daerah yang berhasil tidak terulang lagi.

"Saya berharap, kita semua mengkaji ulang dan meneliti ulang calon-calon kepala daerah yang akan diusung Parpol," ujar Ahmad Riza.

Riza berharap, Parpol juga harus punya deteksi dini dan melakukan upaya pencegahan. Jika Parpol lalai dan tidak cermat dalam mencalonkan kepala daerah, maka hampir pasti kepala daerah yang diusung akan bermasalah dengan hukum.

"Jadi, filter pertama yang berkait kepala daerah memang ada di Parpol. Setelah itu filter berikutnya ada di pemerintahan," ujarnya, seraya menyebut filter berikutnya adalah masyarakat dan media massa.

“Semua elemen ini harus bekerjasama membangun sinergi, agar kasus korupsi kepala daerah tidak terus menggerogoti eksistensi bangsa,” katanya.

Mengawali tahun 2018, KPK kembali bergerak melakukan OTT kepala daerah. Diawali Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, Abdul Latif dan sejumlah orang di HST, Kalsel, dan Surabaya, Jawa Timur pada Kamis (4/1/).

Berikutnya Gubernur Jambi yang berparas tampan dan muda Zumi Zola, menjadi tersangka pada Jum’at (2/2) oleh KPK, kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji, terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lainnya dengan dugaan penerimaan sekitar Rp 6 miliar.

Esoknya giliran Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko, terciduk OTT KPK, di rumah dinasnya Sabtu (3/2) malam, terkait perizinan pengurusan jabatan di Pemkab Jombang.

Nyono diduga menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Inna Silestyanti, yang kini juga menyandang status tersangka.

Sebelumnya, medio Januari, KPK juga telah menetapkan tersangka kepada Bupati nonaktif, Kutai Kartanegara, Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin sebagai tersangka kasus pencucian uang. Keduanya diduga menyamarkan gratifikasi senilai Rp 436 miliar. ( Bambang Subagio – Jakarta )

Baca Juga: Pemekaran Daerah Jangan Jadi Forum Elit Politik Jadi Kepala Daerah

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya