Ketua Umum SMSI, Firdaus: Kami Prihatin Atas Kasus Dugaan Korupsi, Penasehat SMSI Jambi itu....

| Editor: Admin
Ketua Umum SMSI, Firdaus: Kami Prihatin Atas Kasus Dugaan Korupsi, Penasehat SMSI Jambi itu....
Saat Penasehat SMSI Provinsi Jambi, Matlawan Hasibuan menyerahkan SK pengurus SMSI kabupaten/kota se Provinsi Jambi yang dilaksanakan di kantor SMSI setahun lalu (11/7/2020). ( Sumber Poto Google/ jambiindependent.co.id


INFOJAMBI.COM - Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia ( SMSI) Firdaus baru dapat informasi tersandungnya Penasehat SMSI Provinsi Jambi, Matlawan Hasibuan dalam kasus dugaan korupsi jual beli Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batu Bara di Kabupaten Sarolangun.

Baca Juga: Kejagung Tahan Matlawan Hasibuan, Penasihat SMSI Jambi Kasus IUP Batubara


"Terimakasih infonya Uda, saya baru tahu, kami akan pelajari perkaranya." Ujar Mantan Ketua PWI Provinsi Banten ini lewat WhatSapp, Kamis siang ( 3/6/2021)


Menurut Firdaus Beliau selaku  penasehat SMSI Jambi kami ikut prihatin atas musibah dalam usaha pertambangan beliau.

Baca Juga: Matlawan Pakai Rompi Pink dan Tangan Diborgol, Satu Sel dengan Eks Dirut Antam


"Perkara tersebut, tentang usaha pertambangan beliau sejak tahun 2011, tidak ada hubungan dengan SMSI atau media." Tegas Firdaus


Kasus ini bermula dari tersangka BM sekalu Dirut PT Indonesia Coal Resources (ICR) periode 2008-2014 mengakuisisi PT Tamarona Mas Internasional.

Baca Juga: Matlawan Hasibuan Dapat Rp35 Miliar, Kejagung Duga SK Bupati Sarolangun Fiktif


PT ini memiliki izin perusahaan batubara di Mandiangin, Sarolangun, dalam rangka mengejar ekspansi akhir tahun PT ICR pada 2010.


Dalam pengalihan IUP ini, Eben Ezer mengungkapkan telah terjadi dugaan persekongkolan dalam proses pengalihan izin usaha yang melibatkan sejumlah perusahaan. Harga dengan kontraktor ditentukan sebesar Rp 92,5 miliar meskipun belum dilakukan due diligence.


“Tersangka BM (eks Dirut PT ICR) melakukan pertemuan dengan tersangka MT (eks Komisaris PT CTSP) selaku penjual atau kontraktor batu bara pada 10 November 2010 dan telah ditentukan harga pembelian, yaitu Rp 92,5 miliar. Padahal belum dilakukan due diligence,” kata Eben Ezer.


Eben Ezer menjelaskan MoU disepakati di Jakarta pada 19 November 2010 dengan sejumlah perusahaan untuk mengakuisisi PT CTSP. Namun, PT ICR, yang merupakan anak usaha PT Antam, tidak punya dana.


Untuk itulah PT ICR meminta tambahan modal kepada PT Antam sebesar Rp 150 miliar.


Menurut Eben Ezer, penambahan modal tersebut disetujui melalui keputusan direksi yang dikoordinir oleh tersangka Dirut PT Antam Tbk Alwinsyah Lubis pada 4 Januari 2011 tanpa melalui kajian yang menyeluruh.


Modal tersebut disetor ke PT ICR sebesar Rp121.9 miliar lebih untuk mengakuisisi 100 persen saham PT CTSP yang mempunyai aset batubara Sarolangun.


Dengan tidak dilakukannya kajian internal oleh PT Antam, Tbk secara komprehensif, ditemukan bahwa SK Bupati Sarolangun No. 32 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) kepada PT TMI (KW.97 KP.211210) tanggal 22 Desember 2010 diduga fiktif.


“Karena pada kenyataannya, pada lahan 201 Ha izin usaha pertambangan masih eksplorasi. Due dilligence pada lahan 199 hektare yang memiliki IUP OP hanya dilakukan terhadap lahan 30 hektare atau tidak komprehensif,” ujarnya.


Menurut Leo, tersangka Bachtiar Manggalutung dan Ady Taufik Yudisia tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi.


Setelah dilakukan perjanjian jual beli saham pada tanggal 12 Januari 2011, tersangka Matlawan Hasibuan mendapat pembayaran sebesar Rp35 miliar dan tersangka Muhammad Toba mendapatkan pembayaran Rp56,5 miliar.


Atas perbuatan tersebut penyidik menjerat tersangka melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


Sangkaan Subsidairnya, melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Berbagai sumber)

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya