Laporan Bambang Subagio
INFOJAMBI.COM - Anggota Komisi VI DPR RI, Hamdhani, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri Kinerja BUMN, menyusul pernyataan staf khusus Menteri BUMN, Wianda Pusponegoro yang menyebut adanya kerugian 12 perusahaan BUMN, di tahun 2017 senilai sebear Rp5,2 Triliun.
Jumlah kerugian 12 BUMN itu menurun dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 26 perusahaan BUMN.
“Perlu ditelusuri, apakah BUMN itu rugi murni masalah inefisiensi atau ada faktor-faktor lain. Tak bisa dibiarkan begitu saja, harus dicari penyebab kerugian BUMN yang membebani keuangan negara tersebut,“ ujar Hamdhani di Jakarta, Minggu (15/4).
Hamdhani berharap kinerja BUMN di tahun 2018 menjadi lebih baik, bertindak cepat untuk memperbaiki performanya yang buruk itu. Dengan dukungan Pemerintah dan sumber anggaran lebih mapan, BUMN mestinya mampu memberikan kinerja lebih baik.
“Kami harap BUMN mampu perbaiki performanya, apalagi sekarang sudah memasuki tahun politik. Jangan sampai menambah beban Presiden Jokowi,“ katanya.
Wianda Pusponegoro di sela-sela peringatan HUT ke-20 Kementerian BUMN di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Jumat (13/4/), mengatakan, kerugian 12 BUMN tahun lalu nilainya mencapai Rp 5,2 triliun.
"2016 tercatat 26 BUMN rugi, di 2017 turun menjadi 12 BUMN, nilai kerugian hanya Rp 5,2 triliun,” ujar Wianda.
Angka kerugian ini pun turun dibandingkan 2016. Kerugian 26 BUMN pada 2016 nilainya mencapai Rp 6,7 triliun. Artinya turun Rp 1,5 triliun atau berkurang 22,38 persen dalam setahun.
"Lebih tinggi nilai kerugian 2016 sekitar Rp 6,7 triliun," ujarnya.
Menurut Hamdhani, meski jumlah perusahaan BUMN yang merugi mengalami penurunan, namun tetap saja kerugian yang disebut “hanya Rp5,2 Triliun” itu, bukanlah angka yang kecil. BUMN merugi tidak bisa lagi beralasan adanya inefisiensi. Apalagi menyamaratakan penyebab adanya sumber inefisiensi, yang umumnya berakar pada tata kelola, sumber daya manusia, dan teknologi.
“Harus dikritisi mengapa dan apa penyebab BUMN-BUMN itu tetap mengalami kerugian cukup besar, “ kata Hamdhani.
Hamdhani berpendapat, beberapa BUMN yang merugi itu ternyata memiliki angka belanja pegawai melebihi 40 persen, sehingga ada inefisiensi penggunaan tenaga kerja. Sementara usaha sejenis di sektor swasta sudah jauh lebih efisien, dengan memaksimalkan SDM lebih handal, hingga investasi mesin-mesin dan adopsi teknologi lebih maju.
“Jika tidak ada terobosan dan langkah radikal untuk merestrukturisasi kelembagaan prioritas usaha, BUMN akan makin kalah jauh bersaing," ujar Hamdhani.
Politisi dari Fraksi Partai Nasdem itu juga menyayangkan struktur BUMN terlalu gemuk, dengan jumlah direksi dan komisaris yang banyak. BUMN harus dikelola secara profesional dan transparan serta tidak boleh kalah dengan perusahaan swasta.
“Buat apa terlalu gemuk strukturnya, jika hanya untuk mengakomodasi masuknya orang-orang “titipan”.***
Editor : M Asrori S
Baca Juga: Pengamat : Tak Harus Tunggu 2023, Semua UUS Sudah Spin Off
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com