Catatan Ilham Bintang
Lonjakan Omicron atau dengan gabungan mutasi varian Covid19 yang lain, anak, menantu dan cucu virus membuktikan ketidaksiapan dan ketakberdayaan kita membendungnya. Padahal, sejak pertama kali Omicron diidentifikasi 28 November tahun lalu, praktis sejak itu pemerintah pun mengambil langkah kebijakan sebagai tindak antisipasi.
Baca Juga: Kena Pengetatan PPKM, Semua Tempat Hiburan Malam di Kota Jambi Tutup
Penularan Omicron dan sekutunya di Tanah Air secepat kilat. Dalam satu bulan terakhir virus itu kembali menciptakan kepanikan di tengah masyarakat. Zonder izin resmi pemerintah, banyak orangtua melarang anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka ( PTM) di sekolah. Mengabaikan aturan Mendikbud. Mempersilahkan Nadiem Makarim terus saja "tiarap " di pertapaannya. Tidak
turun ke lalangan melihat langsung berapa banyak siswa dan guru sudah jadi korban terpapar virus. Kita mencatat RS -RS telah meningkat BOR nya ( Bad Occupancy Rate - keterisian tempat tidur). Semua lokasi tempat swab diwarnai pemandangan antrean mobil yang mengular. Bagi kalangan masyarakat atas swab Antigen maupun PCR sudah menjadi protokol sehari-hari. Bak keramas rambut.
Perubahan komunikasi publikp
Kepanikan masyarakat tidak mudah reda walaupun pemerintah dan jajarannya kemudian mengubah pola komunikasi publiknya. Dari semula sering " menakuti" menjadi lebih memompakan optimisme.
Komandan tertinggi Penanganan Covid19 di Tanah Air, Luhut Binsar Panjaitan, kemarin mengatakan tidak akan lagi melakukan pengetatan maupun langkah menaikkan level PPKM ( Peraturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Pemerintah malah sedang merencanakan mencabut beberapa aturan pembatasan dan mempersilahkan masyarakat kembali beraktifitas seperti biasa. Tentu saja disertai peringatan tetap mentaati protokol kesehatan. Karantina Protokol Perjalanan Luar Negeri ( PPLN) pun sudah dipangkas menjadi 3 hari dari semula 7 dan 10 hari. Rencana per 1 April karantina terpusat PPLN bakal ditiadakan juga.
Sebuah optimisme yang luar biasa. Demi untuk meyakinkan publik Indonesia baik -baik saja. Efek varian Omicron yang mendominai penyebaran Covid19, tidaklah seganas yang dibayangkan. Luhut menambahkan pula penjelasannya dengan data angka kematian yang rendah sebagai pendukung.
Di sisi lain, kebanyakan rakyat menganggap bukan kematian itu betul yang mereka ratapi. Melainkan bagaimana melanjutkan hidup dengan keadaan segawat ini. Ruang gerak dibatasi harga kebutuhan pokok naik tak terkendali. Jangankan buat membayar biaya swab, untuk makan sehari-hari sudah susah setengah mati.
Proklamasi kemerdekaan Luhut atas pandemi, rasanya seturut kebijakan di beberapa negara Eropah dan Amerika terutama. Yang melepaskan aturan yang mengungkung warganya. Dulu ketika negara-negara itu serentak melakukan lockdown, pemerintah kita mengambil kebijakan sebaliknya. Diprotes banyak pihak pun, termasuk pakar kesehatan, tetap bergeming. Biarpun korban berjatuhan. Pemerintah menunjukkan tetat keukeh mempertahankan sikap " matojo" meminjam istilah orang Bugis untuk kata "keras kepala".
Opung Luhut tak sendiri. Kita juga mencatat optimisme serupa datang dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Yang tempo hari kita catat memprediksi lonjakan Omicron akan mencapai 120 ribu kasus harian, jika masyarakat tidak mengikuti protokol kesehatan. Bahkaj tidak mustahil mencapai angka harian di atas 200 ribu di bulan Februari - Maret Kemarin Menkes memprediksi lonjakan kasus positif Covid di angka 55 ribu tiga hari lalu sudah mencapai puncaknya. Hari- hari ke depan, katanya, trennya sudah akan menurun. Dia mengambil sampel Jakarta. Perubahan prediksi Menkes itu meyakinkan betul. Seakan sudah "berkomunikasi" dengan bos virus atau "mafia pandemi" dalam istilah warga net.
Baca Juga: dr. Reisa : Langkah Kecil Tetap Miliki Kontribusi Atasi Pandemi
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com