Marga Serampas (2)

| Editor: Doddi Irawan
Marga Serampas (2)

Oleh : Musri Nauli



BERDASARKAN Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 8 Tahun 2016 disebutkan tentang masyarakat Hukum Adat Marga Serampas.

Marga Serampas dikenal Tembo Induk dan Tembo Anak. Tembo Induk mencakup wilayah Depati Pulang Jawa, Depati Singo Negoro dan Depati Pemuncak Alam.

Sedangkan Tembo Anak mencakup wIlayah Depati Pulang Jawa dan Depati Karti Mudo Menggalo.

Dengan demikian, Depati yang terdapat di dalam marga Serampas terdiri dari Depati Seri Bumi Puti Pemuncak Alam Serampas, Depati Pulang Jawa, Depati Singo Negoro, Depati Karti Mudo Menggalo, Depati Seniudo, Depati Payung, Depati Kertau dan Depati Siba.

Menurut berbagai sumber data, memang dikenal berbagai peraturan daerah ataupun Surat Keputusan Kepala Daerah yang mengatur tentang hutan, baik hutan adat maupun hutan desa.

Seperti di Kabupaten Bungo telah lahir Perda Kabupaten Bungo Nomor 3 Tahun 2006 tentang Masyarakat Hukum Adat Datuk Sinaro Putih.

Lalu ada SK Bupati Bungo Nomor 1249 tahun 2002 tentang pengukuhan Hutan adat Desa batu kerbau Kec. Pelepat.

Di Kabupaten Sarolangun Bangko (sebelum dimekarkan menjadi Sarolangun dan Merangin) lahir SK Bupati Sarolangun Bangko Nomor 225 Tahun 1993 tentang Penetapan Lokasi Hutan Adat Desa Pangkalan Jambu.

Kabupaten Merangin kemudian juga menghasilkan SK Bupati Merangin No 95 Tahun 2002 tentang Pengukuhan Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati.

SK Bupati Merangin Nomor 287 Tahun 2003 tentang Pengukuhan Kawasan Bukit Tapanggang sebagai hutan adat Desa Guguk Kecamatan Sungai Manau.

SK Bupati Merangin Nomor 95 Tahun 2002 tentang Pengukuhan Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo Desa Pulau Tengah Kecamatan Jangkat.

Di samping itu terdapat kebijakan yang mengatur kepentingan masyarakat hukum adat di Jambi, seperti Perda Kabupaten Merangin Nomor 22 tahun 2002 tentang pengurusan hutan dan retribusi hasil hutan yang dalam beberapa pasalnya mengatur mengenai hutan adat.

Perda Kab. Bungo No. 9 Tahun 2007 tentang Penyebutan kepala Desa menjadi Rio, Desa menjadi Dusun dan Dusun menjadi kampung yang memberlakukan sistem pemerintahan lokal berdasarkan budaya setempat. Perda Kabupaten Bungo No 30 tahun 2000.

Sementara itu Sarolangun sendiri sudah menetapkan kawasan tersebut tercatat ada
sebelas hutan adat yang sudah diakui pemerintah, yakni hutan adat
 Pengulu Laleh (128 ha), hutan adat Rio Peniti (313 ha), hutan adat
Pengulu Patwa (295 ha), hutan adat Pengulu Sati (100 ha), hutan adat
Rimbo Larangan (18 ha), hutan adat Bhatin Batuah (98 ha), hutan adat
 Paduka Rajo (80 ha), hutan adat Datuk Menti Sati (78 ha), hutan adat
Datuk Menti (48 ha), hutan adat Imbo Pseko (140 ha), dan hutan adat 
Imbo Lembago (70 ha).

Di Kerinci terdapat Hutan Adat sesuai SK Bupati Kerinci No. 226 tahun 1993 tentang Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Betung Kuning Muara Air Dua, Hutan Adat sesuai SK Bupati Kerinci No. 176 Tahun 1992 tentang Hutan Temedak, Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci dan Hutan Adat sesuai SK Bupati Kerinci No. 96 Tahun 1994 Desa Lempur Mudik, Desa Lempur Hilir, Desa Dusun Baru Kelurahan Lempur Tengah, Gunung Raya, Kabupaten Kerinci. Belum lagi hutan adat yang berada di 24 desa sekitar TNKS.

Di Marga Renah Pembarap Desa Guguk dikenal Hutan Adat Bukit Tepanggang berdasarkan SK MERANGIN NO. 287 TAHUN 20013 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN BUKIT TAPANGGANGG SEBAGAI HUTAN ADAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DESA GUGUK KECAMATAN SUNGAI MANAU KABUPATEN MERANGIN.

Di Batu Kerbau dikenal Hutan lindung batu Kerbau 776 ha, Hutan lindung Belukar Panjang 361 ha, Hutan Adat Batu Kerbau 330 ha, Hutan Adat Belukar Panjang 472 ha, Hutan Adat Lubuk Tebat 360 ha sebagai kawasan yang dilindungi berdasarkan KEPUTUSAN BUPATI BUNGO NO. 1249 TAHUN 2002 TENTANG PENGUKUHAN HUTAN ADAT DESA BATU KERBAU KECAMATAN PELEPAT KABUPATEN BUNGO.

Namun dari keseluruhan pengaturan tentang hutan baik hutan adat maupun hutan desa, hanya Peraturan Daerah Kabupaten Merangin No 8 Tahun 2016 yang masyarakat Hukum Adat Marga Serampas.

Padahal prasyarat utama untuk mengajukan hutan adat sebagaimana diatur didalam Pasal 67 UU Kehutanan mewajibkan adanya pengaturan tentang masyarakat hukum adat.

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 maka kewenangan mengatur tentang masyarakat adat dititikberatkan didalam kewenangan Provinsi Jambi.

Rekam jejak sekaligus upaya yang dilakukan adalah proses panjang untuk melihat bagaimana kepedulian Kepala Daerah didalam memperhatikan keberadaan masyarakat Hukum adat di Jambi.

Penulis adalah Direktur Media dan Publikasi Tim Pemenangan Al Haris - Sani

Baca Juga: Konflik Warga Serampas dan Perambah Hutan Memanas

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya