Menata Tren Media dan Menangkal Hoax Bersama RGE dan WAN-IFRA

| Editor: Doddi Irawan
Menata Tren Media dan Menangkal Hoax Bersama RGE dan WAN-IFRA


Laporan Doddi Irawan dari Bali

Baca Juga: VIDEO : BPJS Ketenagakerjaan Rakor dengan Wartawan









PERKEMBANGAN teknologi yang semakin pesat mau tidak mau berdampak pula pada media massa. Banyak kalangan muda tidak lagi suka membaca koran, menonton televisi, mendengar radio, bahkan membuka portal media online.





Teknologi sangat mempengaruhi perkembangan media-media mainstream, termasuk dalam soal pasar. Tidak sedikit media-media besar gulung tikar, akibat tidak mengikuti perkembangan teknologi, dan salah membaca peluang pasar.

Baca Juga: Security Hiburan Malam Rampas Identiitas Wartawan





Melihat kondisi itu, sebuah grup perusahaan besar di dunia, Royal Golden Eagle ( RGE), menggelar workshop. Ini sudah tahun kelima. Kegiatan bertajuk RGE Journalism Workshop 2019 itu diadakan di Nusa Dua, Bali, 4 – 9 November 2019.





Kegiatan ini diikuti 25 wartawan senior dan editor media massa dari seluruh Indonesia, seperti Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jakarta, Jawa Barat, Semarang, Surabaya, dan Kalimantan Timur.

Baca Juga: Peras Toke Pupuk, Wartawan Gadungan Diciduk





Apa itu RGE ? Royal Golden Eagle mengelola sekelompok perusahaan manufaktur berbasis sumber daya alam di berbagai negara. Bidang usahanya beragam.





Di sektor hulu meliputi pengembangan sumber daya alam (SDA) dan pemanenan berkelanjutan. Di hilir, ada pengolahan beraneka produk, yang memiliki nilai tambah untuk pasar global.





Perusahaan ini sangat komit pada pembangunan berkelanjutan, konservasi dan pengembangan masyarakat. Perusahaan ini berupaya maksimal memberikan manfaat bagi masyarakat, negara, iklim, pelanggan dan perusahaan.





Di bawah bendere RGE ada April dan Asia Sybol yang bergerak di industri pulp dan kertas. Kemudian ada Asian Agri dan Apical di sektor perkebunan kelapa sawit. Lalu ada Bracell, produsen selulosa khusus.





Ada juga Sateri dan Asia Pacific Rayon (APR), yang memproduksi serat viscose. RGE juga memiliki Pacific Oil & Gas, bergerak di bidang pengembangan sumber daya energi.





Terakhir, Tanoto Foundation, yang berusaha mengembangkan potensi individu dan memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan berkualitas yang transformatif. Lembaga ini sudah terkenal dengan program beasiswanya.





RGE didirikan oleh Sukanto Tanoto pada tahun 1973. Asetnya kini lebih dari US$ 20 miliar, memiliki 60 ribu lebih karyawan. RGE beroperasi di Indonesia, Tiongkok, Brasil, Spanyol dan Kanada.





Dalam kegiatan RGE Journalism Workshop 2019, RGE menggandeng World Association of Newspapers and News Publishers ( WAN-IFRA), asosiasi surat kabar dan penerbit dunia, organisasi nirlaba dan non-pemerintah.





WAN-IFRA beranggotakan 76 asosiasi surat kabar nasional, 12 kantor berita, 10 organisasi pers regional, dan eksekutif surat kabar individu di 100 negara. Asosiasi ini didirikan tahun 1948. Pada 2011 mewakili lebih dari 18 ribu publikasi secara global.





WAN bergabung dengan IFRA pada Juli 2009. IFRA merupakan organisasi penelitian dan layanan untuk industri penerbitan berita menjadi asosiasi dunia koran dan penerbit berita. Namanya kemudian menjadi WAN-IFRA.





WAN-IFRA mengusung misi mempertahankan dan mempromosikan kebebasan pers, mendukung pengembangan penerbitan surat kabar, dan mendorong kerja sama global. WAN-IFRA memberi konsultasi untuk UNESCO, PBB dan Dewan Eropa.





Kegiatan RGE Journalism Workshop 2019 dipusatkan di Hotel Fairfield Marriott, Bali, dengan para pembicara berkelas internasional, seperti Direktur WAN-IFRA Asia, Joon-Nie Lau, Konsultan Media dan Komunikasi Independen, Pichai Chuensuksawadi, Konsultan Media Digital dan Mantan Editor Storyful, Eoghan Sweeney, serta Direktur Komunikasi Tanoto Foundation. Haviez Gautama.





Workshop dipandu oleh Head of Corporate Communications RGE Indonesia, Ignatius Purnomo, mengangkat tema menarik pembaca muda dan melawan hoax.





Joon-Nie Lau




Direktur WAN-IFRA Asia, Joon-Nie Lau membeberkan tentang tren dan prospek global media massa di Indonesia dan Asia berdasarkan penelitian terbaru World Press Trends WAN-IFRA. Joon-Nie berbagi ilmu tentang perkembangan teknologi terbaru yang berdampak pada industri media massa.





Joon-Nie bicara tentang cara mengeksplorasi tren media untuk kalangan milenium, dan strategi praktisi media memanfaatkan pasar ini lebih baik.





Serene Luo dan David Tan




Workshop juga menghadirkan dua pengelola media terbitan Singapura, The Strait Times, Serene Luo dan David Tan. Mereka membahas kiat The Strait Times menarik pembaca muda. Di Singapura anak-anak sekolah usia 13 – 16 tahun diajarkan membuat surat kabar yang baik.





Melihat strategi digital The Strait Times dan aplikasi inovasi barunya, mereka membantu pembaca melalui proyek sekolah. Ini pula yang dilakukan oleh Tanoto Foundation.





Haviez Gautama




Menurut Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama, Tanoto Foundation memanfaatkan teknologi digital untuk membina pemimpin masa depan Indonesia melalui program TELADAN.





Sementara itu, Konsultan Media dan Komunikasi Independen asal Bangkok, Thailand, Pichai Chuensuksawadi, berbagi pengalaman mengenai ruang redaksi atau newsroom mengelola selera kaum milenium.





Pichai Chuensuksawadi




Media harus mendorong interaksi dan kontribusi dari kalangan milenium. Di sini dibutuhkan keterampilan dan kualitas pemimpin redaksi menangkap tantangan dan peluang.





Tidak kalah menariknya pengalaman Eoghan Sweeney, seorang konsultan media digital, yang juga mantan editor Storyful, kantor berita dan intelijen media sosial dunia. Pria berkepala plontos ini membongkar tentang hoax dan ancaman berita palsu di facebook.





Eoghan mengajak para wartawan senior dan editor media massa jeli dan teliti saat mengumpulkan informasi dari media sosial. Verifikasi, menilai sumber dan konten visual penting dilakukan.





Eoghan Sweeney




Teknologi dieksplorasi untuk mempelajari teknik verifikasi sumber atau konten, seperti analisis akun media sosial untuk mendeteksi bot, pencarian gambar, penampil data YouTube, penampil EXIF, penunjang cuaca dan geolokasi.





Eoghan Sweeney mengingatkan, jurnalis atau wartawan berada di garis depan dalam memerangi hoax. Ketika kebenaran menjadi korban kampanye disinformasi untuk mengganggu demokrasi, jurnalis harus mempertahankan kebebasan berekspresi dan hak publik untuk mengetahuinya.





Semakin jurnalis menjadi target kampanye disinformasi, mereka juga harus berjuang untuk mempertahankan diri dari serangan para lalim, diktator dan populis. ***


BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya