Penulis : M. Hary Rofagil || Editor : Redaksi
brg-1-865x450.jpg" alt="" width="865" height="450" />
PROVINSI Jambi merupakan salah satu daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Sejak tahun 2015 hingga 2019, kebakaran hutan dan lahan selalu terjadi. Begitu pula di Provinsi Jambi.
Dalam lima tahun terakhir, kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi paling parah terjadi pada tahun 2015. Luas lahan yang terbakar mencapai 115.634 hektar.
Pada tahun 2017 kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi menurun dratis. Ketika itu hanya 109 hektar lahan yang terbakar. Namun pada tahun 2019, kebakaran hebat kembali terjadi. Luasnya mencapai 56.593 hektar.
Terbakarnya hutan dan lahan di Indonesia menjadi isu internasional. Penyebab utamanya, untuk kebutuhan land clearing atau pembukaan lahan perkebunan baru. Pelakunya mulai dari perorangan hingga korporasi.
Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi sebagian besar terjadi di lahan gambut. Akibat kebakaran itu kabut asap menyelimuti sejumlah provinsi di Indonesia, bahkan sampai ke negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Brunei.
Untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan serta bencana kabut asap, Badan Restorasi Gambut (BRG) melakukan restorasi gambut di tujuh provinsi, termasuk Jambi.
Salah satu upaya restorasi gambut adalah melakukan pembasahan kembali (rewetting) material gambut yang mengering akibat turunnya air muka tanah gambut.
Di Provinsi Jambi, restorasi gambut antara lain dilaksanakan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Di daerah yang tanahnya sebagian besar berstruktur gambut ini BRG membangun ratusan sumur bor.
Sumur bor dibangun bersama kelompok-kelompok masyarakat (pokmas). Fungsinya untuk membasahi lahan gambut, agar tidak mengalami kekeringan sehingga mudah terbakar.
Pembangunan sumur bor di Kabupaten Tanjung Jabung Timur diantaranya di Desa Rantau Rasau, perbatasan Kecamatan Berbak dan Rantau Rasau.
Pendamping Konstruksi Operasi dan PemeliharaaN (KOP) BRG, Idrus menyebutkan, jumlah sumur bor yang dibangun ada 120 unit, dengan kedalaman 32 - 40 meter. Meski cukup dalam, air sudah bisa dicapai pada kedalaman empat meter. Setiap sumur mampu membahasi lahan di sekitarnya hingga radius 300 meter.
“Sumur Bor merupakan salah satu infrastruktur untuk merestorasi fungsi hidrologis lahan gambut. Selain itu juga dapat mencegah kebakaran hutan dan lahan karena lahannya selalu basah,” kata Kepala SPTN Wilayah I Balai Taman Nasional Berbak Sembilang (BTNBS), Bobby.
Keberadaan sumur-sumur bor itu sempat dipertanyakan masyarakat. Ada yang menganggapnya tidak ada, karena ketika kebakaran hutan dan lahan terjadi Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan kesulitan mendapatkan pasokan air.
Menjawab keraguan itu, BRG dan pokmasnya bersama satgas penanggulangan kebakaran hutan dan lahan turun ke lokasi, Selasa 28 Juli 2020.
Peninjauan ini melibatkan aparat kepolisian, koramil, Manggala Agni, Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS), Camat Berbak, dan Kepala Desa Rantau Rasau.
Desa Rantau Rasau berada di pelosok Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Letaknya berbatasan langsung dengan TNBS.
Untuk sampai ke desa itu, dari Kota Jambi memakan waktu sekitar empat jam. Jalan menuju Desa Rantau Rasau melintasi Jembatan Muarasabak dan perkebunan sawit. Akses jalannya rusak parah.
Akses jalan ke Desa Rantau Rasau melewati jalur darat dan sungai. Untuk jalur darat hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor, sementara untuk menyeberangi sungai digunakan perahu pompong.
Titik-titik sumur berada di tengah lahan gambut. Jarak antar sumur sekitar 200 meter. Di sekitar lokasi sumur ini juga terdapat 49 sekat kanal.
“Sumur-sumur bor BRG ini sudah aktif semua. Selain untuk membasahi gambut agar tidak mengering, juga bisa dijadikan sumber pasokan air untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan,” kata Kapolsek Berbak, H Cibro.
Aparat Pemerintah Kecamatan Berbak bersama Kepala Desa Rantau Rasau, Polsek Rantau Rasau dan anggota Babinsa terus memantau lahan gambut di wilayahnya, berjaga-jaga jika terjadi kebakaran dan lahan sejak dini.
"Akan dikenakan sanksi bagi yang membuka lahan dengan cara membakar," tegas Camat Berbak, Muhammad Yani.
Pemerintah dan aparat keamanan di wilayah ini terus mengingatkan masyarakat, agar tidak melakukan pembakaran dalam membuka lahan perkebunannya. Bagi mereka yang melanggar akan dikenakan sanksi.
“Untuk menjaga sumur-sumur bor tetap berfungsi, tim pemeliharaan yang dibentuk BRG terus melakukan perawatan secara berkala,” kata perwakilan Kodim 0419/Tanjab, Mulyadi.
Kelompok Masyarakat Desa Rantau Rasau sangat mengapresiasi dibangunnya sumur bor di tengah lahan gambut ini. Masyarakat Desa Rantau Rasau berupaya ikut memeliharanya.
"Kami berterimakasih kepada BRG karena dengan terbentuknya tim pemeliharaan dapat mengurangi pengangguran warga desa,” ungkap Ketua Pokmas Desa Rantau Rasau, Jamaludin.
BRG bersama akademisi berbagai universitas terus melakukan riset, untuk mendukung strategi 3R, yaitu rewetting, revegetation, dan revitalization of local livelihood. Strategi ini juga mendukung pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan. ***
Baca Juga: Zola Launching Pergub Pengendalian Karhutla
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com