Oleh : Nurmaliati
Pemerintah Jepang memperkenalkan Era Super Mart Society 5.0. Era Society 5.0 tahun 2019 lalu, dalam era masyarakat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi Industri 4.0. Walaupun Indonesia belum menerapkan Society 5.0, tapi tetap saja sebuah negara harus mempersiapkan masyarakatnya untuk bisa beradaptasi dengan peradaban yang baru.
Di Era Society 5.0 menuntut seseorang untuk menguasai berbagai keterampilan SDM seperti complex problem solving, social skill, process skill, system skill dan cognitive abilities
Pencapaian keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan implementasi pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan perubahan. Dalam bidang pendidikan peserta didik harus dilatih untuk memiliki tiga kemampuan berpikir tertinggi yaitu kemampuan memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, dan kreativitas. Sehingga peserta didik tidak cukup dibekali timbunan ilmu pengetahuan, tapi juga cara berpikir.
Cara berpikir yang harus dikenalkan bukanlah berpikir biasa-biasa saja, tapi berpikir secara kompleks, berjenjang, dan sistematis. Cara berpikir itulah yang disebut cara berpikir tingkat tinggi (HOTS: Higher Order Thinking Skills). Dalam Taksonomi Bloom kemampuan berpikir tingkat tinggi berada pada tingkatan C4, C5, C6.
Kemampuan HOTS dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Yakni, dengan pembelajaran yang memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Penerapan HOTS juga dapat dilakukan dengan mengenalkan dunia nyata kepada peserta didik terhadap permasalahan yang ada.
Penerapan model pembelajaran Projek Based Learning (PJBL) Berbasis Kearipan Lokal merupakan salah-satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan HOTS peserta didik. Hal itu karena model pembelajaran PJBL merupakan model pembelajaran yang terkait dengan pembahasan permasalahan nyata dalam kehidupan.
Model pembelajaran PJBL menggunakan masalah sebagai langkah awal, yang menghendaki peserta didik dapat belajar mandiri, kreaktif dan menemukan suatu ide untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang dapat digeneralisasikan menjadi sebuah produk sebagai hasil dari kegiatan proyek melalui pengalaman dalam beraktivitas secara nyata.
Oleh karena itu sangat relevan jika model PJBL dihubungkan dengan kearipan lokal karena kearipan lokal adalah suatu ciri khas atau keunikan dari suatu daerah, baik berupa adat istiadat, makanan tradisional, tradisi, dan lain-lain dalam kehidupan masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Hal ini juga sesuai dengan salah-satu tuntutan dari kurikulum 2013 yang termuat dalam Permendikbud No 68 Tahun 2013, yaitu Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
Pengintegrasian kearipan lokal dalam materi pembelajaran melalui model PJBL akan membuat pembelajaran lebih kontekstual karena masalah-masalah yang diangkat merupakan hal-hal yang dekat dengan lingkungan kehidupan peserta didik, baik berupa adat istiadat, makanan tradisional, tradisi dan lain-lain.
Diharapkan peserta didik lebih mudah untuk memahami materi dan juga lebih mudah mengembangkan pengetahuan melalui pengalaman nyata dan projek sehingga menjadikan pembelajaran lebih efektif, terarah dan bermakna dan mampu menstimulus pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) peserta didik. ( Penulis : Mahasiswa S3 IPA UNP Padang)
Baca Juga: Awas Sound Bite "Presiden 3 Priode "
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com