Ngeriiii… 14 Pasal dalam RKUHP Mengancam Kemerdekaan Pers

Ngeriiii… 14 Pasal dalam RKUHP Mengancam Kemerdekaan Pers

Reporter: Tim JMSI | Editor: Doddi Irawan
Ngeriiii… 14 Pasal dalam RKUHP Mengancam Kemerdekaan Pers
Menkopolhukam Mahfud MD bersama Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra | foto : dok

JAKARTA, INFOJAMBI.COM — Dewan Pers mengadakan pertemuan dengan Menko Polhukam, Prof Mahfud MD, di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis, 28 Juli 2022.

Pertemuan mendiskusikan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP).

Baca Juga: RKUHP Pertahankan Pasal Penodaan Agama

Mahfud menjelaskan, draf RKUHP ini sudah lama dibahas. Rencananya, diberlakukan sebagai hadiah kemerdekaan Republik Indonesia.

“Masih ada waktu pembahasan. Mungkin jika ada masalah, bukan ditunda, tapi dilakukan perbaikan. Kalau jelas ada pasal membahayakan, ya dihapus atau direformulasi,” tutur Mahfud.

Baca Juga: Pemerintah Ogah Cabut UU ITE, Kata Mahfud MD Masih Sangat Dibutuhkan

Menurut Mahfud, RKUHP dulu sudah akan diketok. Namun lantaran ada demo besar, Presiden pada 2019 minta pengesahannya ditunda.

Saat bertemu Menko Polhukam, Dewan Pers dipimpin ketuanya, Prof Azyumardi Azra.

Baca Juga: Tim Kemenkopolhukam Tinjau Asap Digital

Ikut mendampingi M Agung Dharmajaya (wakil ketua), dan anggota Dewan Pers Arif Zulkifli, Ninik Rahayu, Yadi Hendriana, A Sapto Anggoro, serta Sasmito Madrim anggota konstituen Dewan Pers.

Kepada Dewan Pers, Mahfud minta catatan reformulasi terhadap pasal-pasal yang dinilai bermasalah.

“Sampaikan reformulasi secara konkret, sekaligus simulasinya untuk disampaikan ke Kemenkumham. Wamenkumham akan dipanggil minggu depan,” ungkapnya.

Mahfud menyebutkan, KUHP adalah politik hukum penting. Pemerintah berharap secepatnya berlaku, karena KUHP yang dipakai saat ini produk kolonial.

Dewan Pers bersama masyarakat sipil melihat ada 14 pasal dan 9 klaster yang potensial melemahkan kebebasan pers. Maka itu perlu dihapus atau direformulasi. 

Menurut Mahfud yang didampingi Deputi Hukum dan HAM, Sugeng Purnomo, ada sekitar 700-an pasal dalam RKUHP. Jika ada usulan 14 pasal dihapus, jumlah itu tidaklah banyak.

Mahfud tidak mau menjamin penundaan berlakunya KUHP baru. Dia cuma menegaskan, sebelum RKUHP maju ke persidangan, harus dibahas secara jelas. 

Mahfud berjanji memanggil pihak kemenkumham untuk membicarakan masalah ini dan melibatkan Dewan Pers.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra, melaporkan, pada tahun 2018 Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun usulan itu tidak dimasukkan sama sekali. 

Dalam draf sekarang, kata Azra, ada sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi, 14 diantaranya berkaitan dengan kemerdekaan pers.

Dewan Pers juga sudah ketemu dengan konstituen Dewan Pers dan para pemangku kepentingan. Pertemuan dengan Kemenkumham yang dipimpin Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej, dan tim perumus, sudah dilakukan pekan lalu.

Rumusan reformulasi RKUHP diminta segera oleh Mahfud MD. Dewan Pers bekerja cepat, juga melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, dan Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, serta lain-lain.

Samsan Ngandro berpendapat, pasal terkait pers yang mengandung delik harus diperbaiki. Dewan Pers juga minta supaya pasal-pasal bermasalah didrop atau direformulasi.
 
Anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli menyatakan, pemberitaan soal terorisme pun bisa diperkarakan, karena harus lengkap. Dalam pemberitaan terorisme, pemberitaan pers pasti yang terdepan dan belum lengkap. 

Demikian juga soal penghinaan pada presiden hingga lurah/kepala desa, bisa menjadi perkara. Arif khawatir kelak ada self censorship yang tinggi di media.

“Ini berbahaya bagi kelangsungan kehidupan pers dan masyarakat,” ujarnya.

Anggota Dewan Pers lainnya, Ninik Rahayu, menyatakan masih ada waktu untuk mengawal RKUHP. Dia berharap pasal yang tak seharusnya ada dikeluarkan. 

“Intinya adalah reformulasi,” kata Ninik.

Sedangkan Sasmito Madrim mengutarakan, secara prinsip AJI tidak menolak RKUHP. Tapi RKUHP masih perlu masukan dari masyarakat luas dan penyempurnaan, sehingga tidak buru-buru diberlakukan. ***

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya