JAKARTA - Sidang paripurna DPD RI dipimpin Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang (OSO) dan kedua wakilnya, Nono Sampono (Maluku) dan Darmayanti Lubis (Sumut), diwarnai kericuhan, saat pembukaan agenda masa sidang di gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4) siang.
Agenda sidang paripurna mengagendakan pemberhentian Irman Gusman, selaku senator asal Sumatera Barat, penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI, diikuti penyerahan laporannya oleh Ketua BPK RI, serta laporan kegiatan anggota DPD RI di daerah pemilihan selama masa reses.
Kericuhan diawali, adanya penolakan dari senator pendukung kubu GKR Hemas yang menolak persidangan dan hujan interupsi, karena anggota DPD RI, tak memenuhi kuorum di ruang rapat paripurna. Bahkan, karena diwarnai matinya sejumlah mikrofon, dua anggota DPD, Juniwati dan Nurmawati maju ke hadapan Oesman Sapta dan memprotes kesahihan sidang.
"Kita taat hukum, kami memilih jalan yang benar. Dibandingkan dengan jumlah yang datang. Ini politik barbar, pimpinan ilegal," protes anggota DPD dari Batam, Djaserman Purba.
Loyalis Oesman Sapta pun, tak ketinggalan dan menyatakan, bahwa persidangan sah dengan tiga orang pimpinan yang sudah dilantik oleh Mahkamah Agung (MA).
Seraya protes, enam senator itu Juniwati T Masjchun (Jambi), Nurmawati Bantilan (Sulteng), Djaserman Purba (Kepri), Denty Eka Widi Pratiwi, Anna Latuconsina (Maluku) dan Hafidh Asrom (DIY), langsung membentangkan poster bertuliskan, Para senator langsung turun membentangkan poster berisi “Kami bukan membela perorangan, tapi kami membela kebenaran”, “Sipur DPD RI 4 April Inkonstitusional”, “Tolak Pimpinan Ilegal”, “DPD RI Wajib Taat Hukum”, “Tolak Premanisme di DPD”, “Tegakkan Marwah DPD RI”. Sedangkan Juniwati membentangkan poster “DPD RI Lembaga Negara Bukan HKTI atau Kadin”.
Buntut kericuhan di dalam paripurna itu, sekitar delapan senator langsung walk out dari ruang sidang dan diikuti oleh beberapa anggota DPD lainnya. Keluar ruang paripurna, sambil terus berteriak menolak sidang, sekitar Sembilan senator memasuki ruang tunggu Pimpinan MPR. Sejumlah loyalis OSO pun juga mengikuti yakni Darmayanti Lubis dan Adrianus Garu.
Di ruang tunggu pimpinan MPR, senator Juniwati nyaris menerima pukulan oleh Adrianus Garu. Hal itu dipicu pernyataan Juniwati yang menyebut sidang paripurna 3 April kemarin, seperti preman, karena diwarnai adengan naik ke atas meja. Kontan pernyataan itu mengundang loyalis OSO mendekati Juniwati, yang juga isteri mantan Gubernur Jambi, Almarhum Masjchun Sofwan, dan berniat melakukan pemukulan.
“Saya bukan preman, saya bukan preman,“ kata Adrianus, seraya mendekat Juniwati dan mengacungkan tangan seolah-olah ingin memukul istri mantan Gubernur Jambi, Mascjhun Sofwan itu.
Juniwati mengatakan, sidang Senin (3/4), pekan lalu, itu seperti premanisme. Pasalnya, senator yang merupakan pejabat lembaga tinggi negara tak layak naik-naik ke atas meja.
"Sipur 3 April lalu, seperti adegan preman, Setelah saya bilang itu, dia hampir mau memukul, tangannya sudah diangkat. Tapi saya tidak melihatnya,“ ujarnya menirukan ucapan saksi yang melihatnya.
Tak lama berselang, Farouk Muhammad dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas (GKR) Hemas, tiba di Gedung Nusantara V, disambut oleh anggota DPD yang walk out. Mereka kemudian memasuki ruang tunggu Pimpinan MPR bersama yang letaknya masih di Gedung Nusantara V.
Sekitar delapan senator diantaranya, Juniwati T Masjchun (Jambi), Nurmawati Bantilan (Sulteng), Djaserman Purba (Kepri), Denty Eka Widi Pratiwi, Anna Latuconsina (Maluku) dan Hafidh Asrom (DIY), secara simbolis menyerahkan laporan hasil kunker kepada pimpinan Farouk Muhammad dan GKR Hemas.
GKR Hemas yang sejak awal tak ikut persidangan, langsung menggelar jumpa pers. Di hadapan wartawan, perwakilan senator langsung menyerahkan laporan hasil kunker kepada GKR Hemas dan Farouk Muhammad.
Sebelumnya, pada, Senin (3/4) sidang paripurna DPD RI yang dipimpin Wakil Ketua DPD GKR Hemas dan Wakil Ketua DPD Muhammad Farouq, beragendakan pembacaan putusan Mahkamah Agung (MA), tentang masa jabatan Pimpinan DPD juga diwarnai kericuhan. MA mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan yang diajukan sejumlah anggota DPD atas judicial review Peraturan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017, terkait atas pemotongan masa jabatan pimpinan DPD dan memberlakusurutkan kepada pimpinan DPD yang menjabat.
Melalui Putusan MA No 20P/HUM/2017, MA memutuskan masa jabatan pimpinan DPD adalah 5 tahun sesuai masa jabatan keanggotaaan dan pemberlakuan surut terhadap ketentuan itu bertentangan dengan UU Nomor 12/2011, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Sebagian anggota DPD menafsirkan putusan MA itu tidak mencabut Tatib DPD tersebut, yakni pergantian Pimpinan DPD selama 2,5 tahun. Sewaktu membacakan putusan, kemudian muncul interupsi dari sebagian anggota DPD. Sebab, DPD sudah memiliki tata tertib mengenai pergantian Ketua DPD.
Namun, anggota DPD antara yang pro dan kontra saling berebut interupsi. Sontak kondisi tersebut membuat gaduh ruang sidang. Bahkan, beberapa anggota DPD RI berebut ingin berbicara di atas podium hingga terjadi kontak fisik dan saling dorong. Beberapa anggota DPD juga sempat terjatuh. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com