JAKARTA, INFOJAMBI.COM - Sebanyak delapan partai politik (parpol) melakukan konsolidasi terkait pernyataan sikap menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Konsolidasi itu diinisiasi oleh partai Golkar sebagai salah satu partai yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan dukungan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka untuk menjaga kemajuan demokrasi. Sistem pemilu proporsional tertutup dinilai merupakan kemunduran bagi demokrasi.
Baca Juga: KPU Merangin Kembalikan Berkas Sebagian Parpol
“Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” tegas Airlangga.
Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Indonesia Afit Khomsani mengapresiasi respons 8 parpol tersebut. tersebut pada beberapa hari yang lalu.
Baca Juga: Hannover Messe Momentum Indonesia Unjuk Gigi Bidang Manufaktur
Menurutnya, hal itu menunjukkan para elite parpol mulai beranjak ke wacana yang lebih produktif. Afit juga menilai pernyataan sikap tersebut mempunyai dampak positif pada perhatian publik terhadap Pemilu 2024.
"Artinya, para elite mulai aware dengan Pemilu 2024 dan komitmen pada penyelenggaraan Pemilu 2024, serta meninggalkan wacana kontraproduktif yang dulu sering dilakukan, misalkan menunda pemilu," kata Afit Khomsani, Rabu (11/1/2023).
Baca Juga: Semua Provinsi Berlaku PPKM Mikro Hingga 14 Juni
Menurut Afit, memang tidak ada sistem pemilu yang paling ideal dan bagus. Meski demikian, sistem pemilu dipilih berdasar yang paling memungkinkan dan bisa disesuaikan dengan konteks dan kultur masyarakat.
Sistem pemilu proporsional terbuka memiliki beberapa kelemahan di antaranya adalah mengecilnya peran parpol, dan rawan politik uang.
"Karena adanya liberalisasi dalam proses pemilu, di mana para calon saling berlomba untuk mendapatkan suara terbanyak," ujarnya.
Afit menerangkan masalah yang patut diperhatikan terkait dengan sistem pemilu proporsional terbuka adalah derajat kedekatan warga dengan partai yang akan dipilih atau party-identification (Party-ID).
"Problem kita adalah rendahnya Party ID, bahkan sekarang hampir tidak ada. Hal ini diakibatkan pada banyak faktor, termasuk disorientasi parpol, ideologi yang semakin tidak jelas, dan sebagainya," tambahnya.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, parpol diharapkan mampu memastikan calon legislatif (caleg) yang diusung merepresentasikan Party-ID yang kuat.
"Tentu parpol mempunyai tugas untuk memastikan bahwa calon yang diusung atau dicalonkan adalah calon yang mempunyai Party ID yang kuat, tidak hanya semata elektabilitas dan tingginya basis dukungan," kata dia.
Sedangkan untuk meminimalisir politik uang, parpol juga patut untuk mempunyai mekanisme kontrol atas dana kampanye yang digunakan dan tidak memanfaatkan surat rekomendasi sebagai mahar politik.
" Parpol juga tentu harus mempunyai mekanisme yang jelas dan kontrol atas dana politik dan kampanye yang dilakukan oleh kader-kadernya. Sebaliknya, parpol jangan memanfaatkan situasi ini untuk menjadikan surat rekomendasi sebagai mahar politik," pungkasnya.
Penyederhanaan Pemilu
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan kompleksitas sistem proporsional terbuka bisa diatasi dengan hal-hal berikut ini.
“Misalnya, pada tahun 2019 dengan sistem proporsional terbuka, memang ada kompleksitas, surat suara besar, kompleks karena menggabungkan 5 pemilu dalam satu hari,” ujar Khairunnisa, Rabu (11/1/2023). Maka jika belajar dari hal itu, pemilu mendatang tidak menggabungkan 5 pemilu dalam satu hari.
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com