JAKARTA - Pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini menjadi kantong-kantong wilayah kemiskinan, diyakini menjadi solusi tepat bagi Pemerintah, untuk menekan hasrat warga miskin Indonesia, menjadi tenaga kerja Indonesia ( TKI).
Kemiskinan dan pendidikan formal yang rendah, karena faktor kemiskinan dianggap menjadi penyebab perdagangan orang dengan dalih pengiriman TKI.
Hal itu diungkapkan Septianus Edi Hardum, penulis buku bertajuk 'Perdagangan Manusia Berkedok Pengiriman TKI' pada acara diskusi dan bedah buku yang ditulisnya, di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (6/4).
Tampil sebagai pembicara diskusi dan bedah buku, Direktur Justice, Peace, Integrity and Creation (JPIC) OFM, Peter Aman; Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo; Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Kemnaker, Maruli A Hasoloan; Ketua Umum Asosiasi Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Ayub Basalah.
Solusi lain yang juga diusulkan Edi, kepada Pemerintah adalah pentingnya pelatihan dan pendidikan wirausaha untuk masyarakat, seperti melatih dan mendidik untuk menjahit, menenun, membuat bakso, dan lain sebagainya.
“Yang lain lagi adalah mendidik dan melatih masyarakat, untuk membangun koperasi,” kata wartawan senior Harian Umum Suara Pembaruan ini.
Edi mengungkapkan, penulisan bukunya itu, terinspirasi sejak dirinya pertama kali menjadi wartawan di Jakarta dan meliput di bidang ketenagakerjaan.
”Saat itu tahun 2001, saya meliput penggerebekan kantong-kantong TKI illegal di Jakarta. Dalam perjalanannya, bos-bos pemilik PJTKI (Penyalur Jasa TKI), tidak tersentuh hukum. Yang disidang hanya satpam-satpamnya, itupun dengan vonis hukuman ringan,” ujarnya.
Berangkat dari sana, Edi semakin penasaran mendalami persoalan TKI. Dikumpulkanlah sejumlah kasus perekrutan calon TKI bermasalah dari daerah-daerah, mulai Nusa Tenggara Timur (NTT) dan di pulau Jawa. Menurut Edi, perekrutan tersebut murni penipuan.
”Calo TKI ini mengumbar janji manis, akan member kerja di Negara-Negara Eropa dengan gaji yang menggiurkan. Tetapi dalam praktiknya orang-orang ini dikirim ke Negara Timur Tengah yang akhirnya menderita di sana,” katanya.
Sejak awal Mei 2015, kata Edi, pemerintah menghentikan pengiriman TKI pekerja rumah tangga (PRT) ke 21 negara di Timur Tengah (Timteng). Alasannya, banyak TKI menjadi korban kekerasan di ke-21 negara tersebut. Ke-21 negara itu adalah Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania.
Namun, kata Edi, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan masalah bangsa, kalau tidak diikuti dengan usaha membangkitkan perekonomian masyarakat, terutama di kantong-kantong pemasok TKI.
"Kebijakan penghentian pengiriman TKI ke-21 negara itu, justru menyuburkan pengiriman TKI PRT ilegal," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Kemenaker, Hery Sudarmanto, mengatakan, praktik perdagangan orang dengan modus penempatan TKI masih menjadi persoalan yang membelit Pemerintah, utamanya mengenai TKI non prosedural. Modusnya, beragam, antara lain pemalsuan dokumen dan manipulasi data diri.
"Adanya aktivitas orang-orang yang tidak bertanggungjawab inilah yang membuat TKI ilegal, sangat dekat dengan praktik perdagangan orang. Kedekatan ini tidak serta merta membuat pengiriman TKI dan perdagangan orang berada dalam satu entitas," kata Hery Sudarmanto.
Hery mengungkapkan, TKI ilegal banyak terjadi, karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang mekanisme menjadi TKI legal. Namun, sebagian oknum dengan motif mencari keuntungan sengaja mengarahkan ketidaktahuan masyarakat untuk menjadi TKI ilegal. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
Baca Juga: Buku Anak SD Pelajari Soal Seks, Gurunya Malah Bilang Wajar
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com