JAKARTA - Pemerintah dinilai tidak konsisten dalam menjalankan amanat UU No 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No 24 tahun 2011, tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Melalui Peraturan Pemerintah 70 tahun 2015, PT Taspen menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sendiri. Dampaknya, peluang 4,8 juta pegawai atau aparatur sipil negara (ANS) untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan hilang.
“Pemerintah dan PT Taspen jelas-jelas sudah menabrak dua UU. Karena dalam PP 109 tahun 2013 sudah jelas disebutkan ASN, wajib diikutkan dalam program JKK dan JKM melalui program jaminan sosial yang dikelola lembaga publik. Taspen jelas bukan lembaga publik, tapi BUMN yang mencari keuntungan,” kata Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Sigit Priyo Utomo, dalam Focus Group Discussion tentang ‘Evaluasi Regulasi Pendukung, Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan’, di Jakarta, Rabu (5/4).
Akibat inkonsistensi itu, sejumlah ASN sudah mengajukan Judicial Review, ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dwi Maryoso yang bekerja sebagai ASN, di Jawa Tengah mencurigai PP 70/2015 dikeluarkan dengan rencana sistematis atau bukan kebetulan biasa.
“Ini karena ada tumpukan gula yang cukup besar dari iuran yang dikumpulkan,” kata Dwi yang berharap PT Taspen menyerahkan pengelolaan JKK dan JKM kepada badan jaminan sosial.
ASN lainnya, Budi Santoso mengatakan PP 70/2015 ini bisa menciderai pengembalian manfaat sebesar-besarnya pada peserta. Mantan Praktisi Jaminan Sosial, Hotbonar Sinaga, menyarankan sebaiknya PT Taspen kembali pada UU yang berlaku tentang penyelenggaraan jaminan sosial, yang dikelola oleh lembaga publik.
“PT Taspen juga melanggar Perpres 109/2013 yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo. Dalam PP tersebut disebutkan pekerja penerima upah penyelenggara negara, seperti CPNS, PNS, anggota TNI-Polri, pegawai pemerintah non pegawai negeri, prajurit siswa TNI dan peserta didik Polri, harus didaftarkan dalam 4 program perlindungan BPJS Ketenagakerjaan,” kata Hotbonar.
Sementara, Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Nasional (PKJSN), Ridwan Max Sijabat selaku penyelenggara secara tegas mengatakan PT Taspen sudah ‘makar’ dari ke tiga UU tersebut.
“DJSN harus bertindak, agar tidak ada pelanggaran pelaksanaan jaminan sosial lagi. Karena sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan juga sudah mendaftarkan para nelayan melalui perusahaan asuransi swasta,” kata Ridwan.
Sementara Direktur Harmonisasi Peraturan Perundangan Kemenkum HAM, Karjono, mengimbau DJSN sebagai lembaga pengawas BPJS, mengundang pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini.
“Semua harus dibicarakan bersama,” ujarnya. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
Baca Juga: Golkar Ingatkan Pemerintah Soal Pertahanan Ekonomi Berkeadilan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com