Pemilu, sejatinya memang adalah pesta demokrasi. Pesta daulat rakyat setiap lima tahun sekali. Setiap satu suara rakyat punya harga yang ikut menentukan masa depan bangsa. Namun, pada sisinya yang lain, melekat citra sebagai "kotak dollar".
Dalam pengalaman penyelenggaraan Pemilu di Tanah Air sebelumnya, pesta demokrasi itu merupakan saat panen raya bagi semua pihak. Perusahaan Media pers, tempat wartawan bekerja menyuarakan idealisme pers, juga punya unit usaha yang berfungsi seperti halnya perusahaan lain, hidup dari Pemilu itu. Sejak dulu. Jauh sebelum distrupsi di dunia informasi terjadi. Jauh sebelum kelahiran media-media baru, media digital dan sosial media.
Baca Juga: Pekan Olahraga untuk Menyegarkan Wartawan Profesional
Namun, karena perusahaan media pers bersifat khusus, maka ia dibebani banyak aturan yang membedakannya dengan perusahaan biasa. Pertama, tentu saja media pers wajib memperhatikan obyektivitas, netralitas atau keberimbangan di dalam produk jurnalistiknya. Dalam banyak hak wartawan dan media pers dengan politisi dan Pemilu, seperti air dan minyak. Mustahil menyatu meski bisa bercampur. “Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu," kata Franklin D. Roosevelt. Ranah politisi "bagaimana baiknya", sedangkan ranah pers "bagaimana benarnya".
Baca Juga: Terkait Ornamen Natal Berlafaz "Allah", Kapolresta Gelar Pertemuan dengan PWI dan AJI
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com