Perppu Pembubaran Ormas Tak Berpotensi Timbulkan Otoritarianisme

| Editor: Muhammad Asrori
Perppu Pembubaran Ormas Tak Berpotensi Timbulkan Otoritarianisme
Di era demokrasi tak dimungkinkan Pemerintah bersikap otoriter ll Foto : Bambang Subagio



JAKARTA - Politisi Hanura, Dadang Rusdiana, menegaskan, Perppu No.2 tahun 2017, tentang pembubaran ormas anti Pancasila, tidak berpotensi menimbulkan otoritarianisme atau kesewenang-wenangan oleh Pemerintah.

Sebab, dalam era demokrasi ini tak dimungkinkan Pemerintah bersikap otoriter. Jika ada sebagian masyarakat yang keberatan terbitnya Perppu, bisa mengajukan gugatan atau judicial review, ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Tak ada kekhawatiran menimbulkan kesewenang-wenangan dengan Perppu Ormas itu. Masyarakat yang menolak silakan gugat ke MK, dan masih akan diproses di DPR RI,” tegas anggota Komisi X DPR RI itu, dalam forum legislasi “Nasib Perppu Ormas Di DPR” bersama anggota Komisi III DPR FPKS, Nasir Jamil dan Direktur Voxvol Center, Pangi Syarwi Chaniago di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (18/7).

Menurut Dadang, kalau masyarakat menilai Perppu itu, bertentangan dengan konstitusi, maka silakan gugat ke MK dan itu konstitusional.

“Jadi, tidak usah mencaci-maki Pemerintah, Presiden RI, Menteri, atau Partai pendukung Pemerintah,” ujarnya.

Sejauh itu kata Dadang, DPR masih akan membahas Perppu itu pada sidang mendatang setelah reses, sehingga komunikasi akan dilakukan antar fraksi. Hanura sendiri menerima Perppu itu, karena bertujuan menjaga kedaulatan NKRI.

“Jadi, Perppu ini untuk kedaulatan negara,” pungkasnya.

Nasir Jamil menilai, jika soal Ormas itu sudah diatur dalam KUHP, tidak ada kekosongan hukum dan tak ada alasan kegentingan yang memaksa. Untuk itu, FPKS menolak Perppu tersebut.

“Kalau soal Ormas, suku, agama, ras dan antargolongan, penistaan agama dan sebagainya itu sudah diatur dalam KUHP,” tambahnya.

Pangi berharap ada pembinaan terhadap Ormas yang dicurigai anti Pancasila.

“Jangan sampai tidak pernah dibina, tapi langsung digebuk karena dianggap anti Pancasila. Seperti halnya penutupan telegram akibat membuat terorisme. Untuk itu, kalau Perppu ini disahkan DPR, maka DPR bertanggung jawab,” katanya. (infojambi.com)

Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya