Editor: Rahmad
INFOJAMBI.COM - Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menolak mengutuk dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan China terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
Dalam sebuah wawancara khusus dengan media, Khan mengatakan China telah menjadi salah satu sahabat terbaik Pakistan "di masa-masa tersulit kami."
Khan kemudian mengatakan bahwa setiap percakapan dengan Beijing tentang Xinjiang dilakukan secara tertutup.
Namun, Khan mengatakan bahwa Beijing menolak laporan dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur dalam percakapan tertutup dengan Islamabad.
"Kami menghormati pernyataan mereka apa adanya. Kenapa ini menjadi masalah besar bagi negara Barat? Sementara itu, kenapa warga Kashmir dibiarkan? Itu jauh lebih relevan," kata Khan seperti dikutip dari CNN, Kamis (24/6/2021).
Komentar Khan yang menolak membahas dugaan pelanggaran HAM Uighur itu muncul setelah dirinya menulis surat terbuka pada Oktober 2020 yang menyerukan negara Muslim dunia untuk bangkit melawan "Islamofobia yang tumbuh" di negara-negara Barat.
Ini bukan pertama kalinya Khan menghindar dari mengkritik China atas isu Uighur.
Pada Maret 2019, Khan mengatakan kepada Financial Times bahwa dia "tidak tahu banyak" tentang laporan penahanan massal etnisUighur diXinjiang, wilayah otonomi China yang berbatasan langsung dengan negaranya.
Pakistan memang merupakan mitra lama China, terutama dalam hal perdagangan. Islamabad juga mendapat banyak manfaat dari pembangunan infrastruktur dari modal China yang merupakan bagian dari inisiatif jalur sutera modern gagasan Presiden Xi Jinping atau Belt and Road (OBOR).
Sementara itu secara terpisah, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle Bachelet, berencana mengunjungi China, termasuk Xinjiang, pada tahun ini.
Salah satu tujuan lawatannya ke Xinjiang adalah untuk memeriksa laporan pelanggaran HAM yang terus bermunculan di wilayah itu.
Xinjiang merupakan daerah otonomi di barat laut China yang menjadi rumah kaum Muslim Uighur, etnis minoritas yang diduga menjadi target pelanggaran HAM sistematis Negeri Tirai Bambu.
Ini adalah pertama kalinya Bachelet secara terbuka membeberkan rencana kunjungannya ke Xinjiang yang telah dinegosiasikan dengan Beijing sejak September 2018.
Rencana kunjungan ini muncul ketika Bachelet tengah menghadapi tekanan dari negara Barat yang mendesak penanganan dugaan pelanggaran HAM China terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com