Problematika Kemacetan di Jambi dan Perubahan Iklim

| Editor: Admin
Problematika Kemacetan di Jambi dan Perubahan Iklim

Oleh: Zuhri Triansyah
Hak atas kebebasan bergerak merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia yang dijamin sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 UU 39/1999 tentang HAM, Pasal 13 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, maupun Pasal 12 ayat (1) dan (2) kovenan internasional tentang hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights—disingkat ICCPR)).


Meskipun demikian, dalam studi hukum dan HAM, hak atas kebebasan bergerak merupakan hak yang termasuk derogable right atau hak yang dapat dibatasi dalam keadaan tertentu sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 4 ayat (2) ICCPR. Di sisi lain, komitmen dan kontribusi Indonesia dengan meratifikasi Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change melalui UU No 16/2016 tentunya perlu diaktualisasikan melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Baca Juga: Pekan Olahraga untuk Menyegarkan Wartawan Profesional


Berbicara mengenai permasalahan kemacetan yang disebabkan kendaraan bermotor di berbagai daerah di tanah air, sekiranya menjadi suatu problematika klasik namun harus terus menjadi fokus utama dan dicari solusi alternatifnya.


Meskipun, tak dapat disangkal pula, transportasi merupakan sarana mobilitas utama bagi penggerak perekonomian dan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun di sisi lain, kendaraan bermotor berbahan bakar fosil merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang membawa implikasi bagi kerusakan lingkungan dan pemanasan global.

Baca Juga: Ancaman Globalisasi dan Pola Pendekatan ala Kodam XVI Pattimura


Menelisik permasalahan kemacetan ini, barangkali setidaknya terdapat beberapa faktor penyebab seperti misalnya, meningkatnya volume kendaraan, pertumbuhan jumlah populasi penduduk, mapun kepatuhan hukum masyarakat terhadap rambu-rambu lalu lintas itu sendiri.


Pada tahun 2019, data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa, jumlah kendaraan bermotor di Provinsi Jambi sebanyak 2.129.998 unit dengan rincian 157.957 unit mobil penumpang, 1.581 unit bus, 88.035 unit truk, dan 1.882.425 unit sepeda motor. Faktanya, jumlah kendaraan bermotor ini meningkat sebesar 6,03 persen dibanding tahun sebelumnya.

Baca Juga: Air Hujan menjadi Air Mata !!!!!


Lebih dari sekedar kemacetan, permasalahan lainnya yang muncul dari emisi GRK yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor ini ialah berdampak negatif dalam perubahan iklim. Secara sederhana, perubahan iklim merupakan fenomena perubahan pola keikliman yang berpengaruh kepada cuaca suatu tempat atau seluruh dunia dalam jangka panjang.


Perubahan iklim bumi masa kini dipengaruhi oleh memanasnya permukaan bumi. Meskipun demikian, permasalahan kemacetan sejatinya merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan utama disaat kita berbicara tentang isu perubahan iklim.


Perubahan iklim yang terjadi saat ini setidaknya disebabkan oleh dua faktor utama, yakni faktor manusia dan alam. Manusia melakukan aktivitas sehari-hari yang menimbulkan peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, baik dengan membakar minyak bumi atau batu bara, aktivitas pembukaan lahan hutan untuk pertambangan, pertanian, dan kegiatan peternakan.


Gas-gas yang dihasilkan ini membuat panas tidak keluar dan terperangkap di bumi. Fenomena inilah yang dikenal dengan pemanasan global (transportologi.org)


Di sisi lain, tentunya problematika ini juga mengarah pada wacana tentang mitigasi perubahan iklim yang disebabkan oleh kemacetan kendaraan bermotor secara komprehensif. Wacana untuk membuat skema lalu lintas berupa pembangunan flyover atau jalan layang untuk meminimalisir kemacetan, barangkali juga perlu diimbangi dengan mereduksi kenaikan dan penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang ada di Provinsi Jambi.


Kebijakan ini tentunya perlu didukung dengan salah satunya yakni pembenahan terhadap sistem dan infrastruktur transportasi publik yang memadai dan bisa dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat yang ada di berbagai wilayah di Provinsi Jambi dalam mengantisipasi kemacetan, sekaligus dalam upaya memitigasi perubahan iklim.


Sehingga, fungsi hukum sebagai social engineering dapat dijalankan secara maksimal, serta berjalan dengan efektif dan efisien dalam upaya merubah paradigma yang ada di masyarakat mengenai penggunaan moda transportasi pribadi ke transportasi publik.


Dapat dipahami bahwa, konsen pemerintah untuk saat ini ialah menyelesaikan permasalahan pandemi, namun barangkali permasalahan kemacetan ini dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan sebagai bahan pertimbangan kedepannya.


Diharapkan, harmonisasi peran sentral lembaga eksekutif dan legislatif di tingkat daerah provinsi maupun kabupaten/kota, swasta, partisipasi masyarakat dalam memformulasikan dari segi kebijakan dan regulasi maupun penganggaran dalam mengatasi perubahan iklim dari sisi permasalahan kemacetan dan transportasi publik, sekiranya dapat menyelesaikan salah satu dari sekian banyak permasalahan terhadap perubahan iklim yang terjadi di Provinsi Jambi kedepannya.


Dari segi kita sebagai masyarakat sendiri dalam jangka pendek, sekiranya kita dapat memulai dengan mengurangi berpergian dengan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil jika tidak terlalu penting, menghemat penggunaan listrik, mengurangi penggunaan air dalam kemasan, serta jika memungkinkan yaitu dengan menggunakan transportasi ramah lingkungan seperti sepeda dalam kegiatan sehari-hari misalnya.


Mengingat, indikator upaya antisipasi sepatutnya lebih dikedepankan daripada upaya perbaikan terhadap kerusakan lingkungan yang telah terjadi dalam konteks perubahan iklim nantinya. ****

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya