MERDEKA itu, ketika para penguasa di lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif tidak ada lagi minta fee untuk proyek, masuk pegawai bayar, dapat jabatan bayar dan praktek kecurangan dalam peradilan serta menerapkan berbagai pajak terhadap rakyat.
Saat ini praktek minta fee proyek yg ada di seluruh instansi pemerintahan makin menjadi jadi. Inilah yang merongrong apbn, apbd uang yang seharusnya untuk kemakmuran rakyat habis dirampok para penguasa dan pengusaha yang serakah.
Kondisi ini sudah diingatkan beberapa tahun lalu oleh begawan ekonomi indonesia Sumitro joyohadikusumo, kebocoran apbn dan apbd mencapai 40 persen.
Setelah reformasi praktek ini semakin meraja lela, apalagi diterapkannya sistim pemilihan langsung untuk presiden, gubernur dan bupati. Untuk dapat terpilih memerlukan biaya yang sangat besar, mendapatkan biaya ini sang calon calon sudah merentekan proyek di lembaganya kepada pemilik modal.
Ketika terpilih penguasa itu memungut fee, menjual jabatan dan modus modus lain mendapat uang melalui perizinan. Target penguasa itu membayar hutang ke pemilik modal dan mengumpulkan uang untuk jabatan kedua.
Lingkaran syetan ini tidak putus putus, apapun lembaga yang mengawasi hanya lips service dan ke purapuraan. Parahnya lembaga pengawas ikut juga melakukan pemerasan atau minta jatah menikmati kue apbn dan apbd itu. Yang kena hukum hanya bernasib sial saja atau tidak berbagi bagi.
Ibarat sakit, yang sakit perut yg diberikan obat sakit kepala. Salah satu solusi kita kembali ke Pancasila sebagai dasar negara bukan demokrasi ala amerika. Terutama memilih para penguasa seperti sila ke 4.
Suatu keniscayaan bahwa kita ber-repuplik, provinsi, berkabupaten untuk adil, sejatera dan makmur. (Penulis alumni lemhannas PPSA 18 tahun 2012)
Baca Juga: Pekan Olahraga untuk Menyegarkan Wartawan Profesional
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com