Oleh: ARMANDO / mahasiswa ilmu politik universitas Jambi 2021
Pemilihan Presiden Mahasiswa Universitas Jambi menjadi bahan baku perbincangan hangat mahasiswa serta civitas akademika Universitas Jambi, momentum penting selepas kurang lebih 5 tahun vakum.
Baca Juga: PKKMB Unja Diikuti 6472 Mahasiswa, Abdullah Sani : Harus Bersyukur.
Para birokrat memberanikan diri meneguhkan langkah bersama BEM fakultas untuk membersamai mahasiswa dalam proses pemilihan BEM Universitas Jambi, mulai dari melalui pembentukan tim fasilitator dan mekanisme pemilihan presiden mahasiswa dengan cara kongres yang di sepakati oleh Bem fakultas dan ini bukan tanpa alasan, melainkan karena proses transisi dari kekosongan yang hampir 5 tahun lamanya tidak ada BEM solusi praktis di tengah keterbatasan yang ada.
Kongres dipilih karena dinilai lebih efisien dan realistis untuk saat ini, mengingat kondisi organisasi kemahasiswaan di internal kampus belum pulih sepenuhnya. Namun, mekanisme ini tetap menuai pro dan kontra, terutama dari kalangan mahasiswa yang masih ngotot menginginkan sistem Pemilihan Umum (Pemira).
Baca Juga: Kontingen UNJA Taekwondo Academy Borong 10 Emas dan 8 Perak Kejurnas Cup 2 Walikota Palembang
Bagi para pendukung Pemira, mekanisme demokrasi langsung ini lebih ideal karena memberikan kesempatan kepada seluruh mahasiswa untuk berpartisipasi secara langsung. Mereka menilai, suara masing-masing individu mahasiswa lebih adil jika dihitung secara langsung ketimbang diwakili oleh perwakilan fakultas dalam kongres. Pemira juga dinilai lebih terbuka dalam mencerminkan keinginan mayoritas.
Akan tetapi, tujuan kongres pada dasarnya bukanlah untuk melemahkan demokrasi yang terjadi. Justru, kongres menjadi alasan utama di mana proses pemilihan harus tetap berjalan dengan efektif dan tepat waktu terhitung ketika keadaan organisasi masih dalam kekosongan.
Pemira membutuhkan infrastruktur, anggaran, dan waktu yang cukup panjang disiapkan. Maka itu sulit mencapai sesuatu pada kondisi organisasi kemahasiswaan belum stabil, belum lagi dinamika yang akan terjadi ketika satu kelompok merasa tidak dilibatkan dalam pemira seperti tahun-tahun sebelumnya yang hampir terjadi.
Di sisi lain, kongres dapat menampung aspirasi mahasiswa melalui perwakilan fakultas yang dipilih melalui musyawarah internal masing-masing fakultas. Dengan cara ini, proses pemilihan dapat berjalan lebih cepat, efisien, dan tetap menjaga nilai-nilai demokrasi.
Lebih jauh lagi, Kongres juga membidik pengembalian tradisi demokrasi kampus. Langkah ini merupakan langkah awal pembangunan pondasi organisasi yang lebih kuat, kongres mahasiswa Universitas Jambi menegaskan bahwa pada awalnya kestabilan dan keberlanjutan organisasi harus diperoleh lebih dahulu sebelum menempuh bentuk demokrasi yang lebih ideal.
Pemilihan Presiden Mahasiswa Universitas Jambi melalui kongres ini menjadi aspirasi yang cukup luas dalam bingkai proses demokrasi, baik kelak di tingkat yang lebih kecil, seperti kampus, juga apa pelajaran yang bisa dipetik dari proses-proses demokrasi yang terjadi secara nasional. Seperti Gus Dur terpilih sebagai presiden melalui musyawarah dalam Sidang Umum MPR untuk mengembalikan demokrasi Indonesia, kongres ini adalah simbol kebangkitan demokrasi kampus yang kemudian diharapkan mampu membawa organisasi kemahasiswaan kepada arah lebih baik. Dalam konteks ini, Universitas Jambi memainkan peran sebagai miniatur negara dengan benar: belajar, berkembang, dan terus tumbuh untuk mencetak generasi pemimpin masa depan.
Dalam rangka pemilihan, mahasiswa tentu paham bahwa dalam perdebatan mekanisme ini mencerminkan dinamika demokrasi yang sehat.
Yang kini perlu ditegaskan adalah tujuan akhir dari pemilihan: memilih pemimpin yang terbaik yang mampu membawa perubahan nyata bagi mahasiswa Universitas Jambi. Kita berharap pemimpin yang terpilih dapat memperbaiki sistem yang ada sehingga Pemira atau bentuk demokrasi langsung lainnya dapat dilaksanakan di masa mendatang dengan lebih matang dan inklusif.
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com