Sementara, sudah menjadi common sense kita semua bahwa dunia penerbangan Indonesia tengah parah. Bukan hanya karena industri pesawat terbang Indonesia yang sempat menjadi kebanggaan itu kini telah kehilangan aura. Bukan pula karena maskapai penerbangan milik negara, Garuda, telah menjelma menjadi perusahaan paria yang terbelit utang raksasa dan nyaris dinyatakan pailit.
Problem kedirgantaraan kita berjejal, laiknya sarden dalam kaleng. Mulai dari keterbatasan armada pesawat yang jadi kendala utama pemulihan sektor penerbangan kita, kendala perbatasan (border) seiring masih adanya negara yang ketat dalam penerapan SOP COVID-19, harga minyak bumi yang sedang tinggi, perang akibat invasi Rusia, hingga bandara yang dibangun sekadar untuk dibiarkan terbengkalai penuh perdu dan belukar.
Baca Juga: MPR-PWI Jaya Gelar UKW Angkatan 51
Susi sendiri tampaknya tak menafikan bahwa pembangunan infrastruktur kedirgantaraan kita cukup menggembirakan. Misalnya, dengan program pembangunan bandara yang digeber di tahun-tahun terakhir, situs web statistik pertahanan negara, Global Firepower mencatat Indonesia sebagai negara dengan jumlah bandara terbanyak di Asia, 673.
Dalam soal itu, kita bahkan melampaui Republik Rakyat Cina, yang memiliki jumlah bandara 507, disusul India dan Iran dengan masing-masing 346 dan 319 bandara. Bandara di Indonesia bahkan lebih banyak dibanding di Jerman yang tercatat hanya punya 539 bandara.
Baca Juga: Dewan Pers dan PWI Desak Polri Serius Tangani Kasus Penembakan Wartawan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com