Kiprahnya sebagai wartawan melekat dalam banyak momen sejarah bangsa Indonesia. Seperti ketika berboncengan sepeda dengan Let. Kol Soeharto menemui Jendral Sudirman menyiapkan Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Dalam sejarah pers Nasional, Rosihan ikut mendirikan PWI di Solo 9 Februari 1946. Kariernya melesat pesat hingga dikenal sebagai begawan pers dan Ayatollah Wartawan Indonesia. Tidak ada yang bisa menghentikan Rosihan menulis kecuali Tuhan. Dia sempat merasakan kurungan besi di zaman Jepang karena perjuangan itu. Rezim pemerintahan Soekarno maupun Soeharto hanya berhasil membunuh surat kabarnya, “Harian Pedoman”, namun kedua pemimpin besar Indonesia itu tak bisa "mengalahkannya". Dia tetap melakoni pekerjaannya sebagai wartawan mengkritisi rezim siapapun yang menjalankan pemerintahan di Indonesia.
Rosihan baru bisa dihentikan pada hari Kamis (14/4/11) pukul 08.23 pagi, karena dipanggil " pulang" menghadap Allah SWT. Rosihan meninggal dunia kurang dari sebulan menjelang ulang tahunnya ke 89. Padahal, Pak Rosihan berharap sekali bisa melewati usia 90 tahun. Pak Rosihan menghadap Ilahi Rabbi 7 bulan setelah ditinggal Ibu Zuraida pada hari Minggu 5 September 2010 pukul 09.30 WIB.
Saya menulis Obituari ketika Ibu Zuraida dan Pak Rosihan Wafat. Peran Zuraida tidak bisa dilepaskan dalam perjalanan hidup Rosihan. Kisahpasangan belahan jiwa ini memang mengawetkan pandangan "dibalik sukses tokoh besar terdapat peran istri yang besar". Inilah kilas balik kenangan di hari wafat pasangan Rosihan.
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com