Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil dan Didukung Kinerja Intermediasi yang Semakin Kuat

Tensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk Tiongkok

Reporter: - | Editor: Rifky Rhomadoni
Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil dan Didukung Kinerja Intermediasi yang Semakin Kuat
Assessment Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan. Mei 2024

INFOJAMBI.COM - Rapat Dewan Komisioner bulanan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) pada 29 Mei 2024, menilai sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas memadai di tengah ketidakpastian global akibat masih tingginya tensi geopolitik, potensi meluasnya perang dagang, serta kinerja perekonomian global yang masih di bawah ekspektasi. Senin, (10/6/2024).

Tensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk Tiongkok, baik produk green technology maupun besi-baja. Pengenaan tarif ini berisiko memperluas perang dagang mengingat Tiongkok adalah mitra dagang utama dan salah satu investor terbesar di kawasan Amerika Latin.

Baca Juga: OJK Catat Likuiditas dan Permodalan Lembaga Jasa Keuangan Tetap Baik

Di AS, tekanan inflasi kembali mereda di tengah moderasi pasar tenaga kerja dan kinerja sektor riil. Hal ini mendorong meredanya tekanan di pasar keuangan global setelah pasar kembali berekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak dua kali di akhir tahun 2024.

Sementara itu, otoritas moneter di Eropa diekspektasikan akan lebih akomodatif untuk mendorong perekonomian yang lemah di tengah tingkat inflasi yang terus mereda. Pasar mengekspektasikan penurunan suku bunga pada Juni dan tiga kali  pemotongan di 2024.

Baca Juga: Pengamat : Tak Harus Tunggu 2023, Semua UUS Sudah Spin Off

Di Tiongkok, menyikapi indikasi masih lemahnya kinerja perekonomian, Pemerintah menerbitkan insentif fiskal yang cukup agresif yang dibiayai oleh penerbitan special long-term bond sebesar CNY 1 triliun (sekitar USD138 miliar), penerbitan ke-4 sepanjang sejarah setelah diterbitkan pada 1998 (Asian Financial Crisis), 2008 (Global Financial Crisis), dan 2020 (pandemi). 

Bank sentral juga akomodatif dengan menyuntikkan likuiditas ke sistem keuangan dan peluncuran beberapa kebijakan untuk mendorong pembiayaan di sektor properti. Sejalan dengan Tiongkok, Pemerintah dan Bank Sentral India juga melakukan buy back surat utang jangka panjang dan pendek untuk meningkatkan likuiditas di pasar dan menurunkan yield.

Baca Juga: BTPN Wow! Dorong Perluasan Akses Keuangan

Di perekonomian domestik, pertumbuhan ekonomi di Q1 2024 lebih tinggi dari ekspektasi pasar didorong oleh pengeluaran pemerintah dan Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) sejalan dengan periode Pemilu, kebijakan kenaikan gaji dan pembayaran THR PNS/Pensiunan, serta periode Ramadhan/lebaran. 

Namun demikian, indikator perekonomian di awal Q2 2024 menunjukkan moderasi pertumbuhan khususnya data-data terkait permintaan masyarakat dan kinerja sektor yang terkait komoditas.

Di pasar saham, IHSG terkoreksi 4,15% ytd ke level 6.970,74 (melemah 3,64 persen mtd), dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp11,825 triliun atau naik 1,29% ytd, serta membukukan net sell sebesar Rp6,25 triliun ytd. Pelemahan terjadi di antaranya di sektor teknologi serta transportasi dan logistik (secara ytd). 

Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat Rp12,17 triliun ytd. Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 1,53% ytd ke level 380,33, dengan yield SBN pada 30 Mei rata-rata naik sebesar 22,40 bps (secara ytd) dan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp35,08 triliun. Untuk pasar obligasi korporasi per akhir Mei 2024, investor non-resident juga mencatatkan net sell sebesar Rp1,57 triliun ytd. 

Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp822,48 triliun (turun 0,27 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp482,23 triliun atau turun 3,83 persen ytd dan tercatat net redemption sebesar Rp75,94 triliun ytd pada 31 Mei 2024.

Penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum sebesar Rp86,92 triliun dengan 18 emiten baru. Sementara itu, masih terdapat 141 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp56,92 triliun. 

Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga Mei 2024 telah terdapat 17 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 546 Penerbit, 174.873 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,13 triliun. 

Pada bursa karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 31 Mei 2024, tercatat 62 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 608.427 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp36,77 miliar, dengan rincian nilai transaksi 26,86 persen di pasar reguler, 22,88% di pasar negosiasi dan 50,26% di pasar lelang. 

Ke depan, potensi bursa karbon masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.765 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang dapat ditawarkan.

Dalam rangka penegakan ketentuan di bidang pasar modal:
1. OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin Perusahaan Efek sebagai Manajer Investasi Syariah atas nama PT Paytren Aset Manajemen.

2. OJK juga telah mengenakan Sanksi Administratif atas dua pelanggaran di bidang Pasar Modal, dengan rincian sebagai berikut:
a. Sanksi administratif berupa denda sebesar Rp26.500.000.000,00 kepada 15 pihak terkait pelanggaran Pasal 91 dan Pasal 92 Undang-undang Pasar Modal (UU PM) atas kasus Perdagangan Saham PT Danasupra Erapacific Tbk Periode Mei s.d. Oktober 2016; dan
b. Sanksi administratif Berupa Peringatan Tertulis kepada tiga pihak terkait pelanggaran Pasal 107 UU PM atas kasus pemalsuan meterai dalam Permohonan Perpanjangan Izin Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE).

3. Selanjutnya selama 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di pasar modal kepada 75 pihak yang terdiri dari sanksi administratif berupa denda sebesar Rp49.375.000.000,00, 14 perintah tertulis, 1 pencabutan izin usaha manajer investasi, 1 pencabutan izin orang perseorangan, dan 5 peringatan tertulis serta mengenakan sanksi administratif berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp36.416.260.000,00 kepada 380 pelaku jasa keuangan di pasar modal dan 58 peringatan tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan, serta mengenakan 2 sanksi administratif berupa peringatan tertulis atas selain keterlambatan (Non Kasus).***

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya