INFOJAMBI.COM - Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, memang sistem pemerintahan negara Indonesia adalah sistem presidensial. Namun penuh dengan rasa parlementer.
"Akibatnya presiden Indonesia di era reformasi kesulitan membentuk zaken kabinet atau kabinet yang berasal dari kalangan ahli dan bukan representasi dari suatu partai politik tertentu," kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Baca Juga: Jamuan Makan Jokowi dengan Tiga Capres Hanya Kemasan Politik
Menurutnya, kendati Prabowo Subianto terpilih menjadi presiden hasil pilpres 2024, namun partai politiknya Gerindra hanya menduduki posisi ketiga.
Selain itu, kata dia, Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukungnya dalam pilpres pun hanya mendapatkan sekitar 48,3 persen kursi di parlemen. Terdiri dari Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan PAN. Sedangkan lawan politiknya kubu pendukung Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo jika digabung mendapatkan 51,7 persen kursi di DPR. Terdiri dari PDIP, Partai Nasdem, PKB, dan PKS.
Baca Juga: Pesan Moral Akademisi Terhadap Presiden Jokowi Mirip dengan Era Sukarno dan Soeharto
"Kondisi inilah yang membuat presiden terpilih di era reformasi gamang bahkan ketakutan jika lawan politiknya tidak diajak bergabung dalam kabinet. Takut diganggu di parlemen, sehingga cenderung membuat kabinet gemoy (gemuk)," ujar Selamat Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.
Baca Juga: Kampanye Pamungkas Pipres Menjadi Simbol Perlawanan Politik
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com