JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), menilai sinergitas antara pembangunan ditingkat pusat dan daerah, belum berjalan efektif.
Perencanaan dari daerah cenderung tidak sesuai dengan yang direncanakan pusat. Begitu pula sebaliknya, apa yang dikirim pemerintah pusat tidak sesuai dengan yang dibutuhkan di daerah.
"Ada banyak contoh tidak adanya sinergi. Terutama yang didanai APBN. Ada pembangunan dermaga, pasar, teriminal di daerah. Bahkan, hampir tiap tahun dibangun. Namun, semuanya bukan karena kebutuhan daerah. Itu proyek dari pusat untuk menghabiskan dana APBN," kata anggota DPD dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Adrianus Garu, di Jakarta, Kamis (9/2).
Ia menjelaskan, akibat dari proyek yang tidak sinkron itu membuat mubazir. Banyak pelabuhan, dermaga, pasar, terminal yang dibangun tetapi tidak digunakan. Harusnya, pijakan utama adalah hasil Musrenbang, karena forum itu telah dilakukan dari mulai tingkat desa hingga tingkat nasional.
Dalam forum itu, semua perencanaan pembangunan daerah disampaikan. Tapi, fakta selama ini adalah hasil Musrenbang dibuang.
"Yang dipakai lebih banyak dari pengajuan proposal-proposal atau dari lobi-lobi elit," ujar anggota Komite IV DPD bidang Keuangan, Perbankan dan hubungan Pusat dan Daerah.
Andre, sapaan akrab Adrianus Garu, juga menilai pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda) yang sudah berjalan selama 16 tahun terakhir masih setengah hati. Pasalnya, masih ada lembaga-lembaga di daerah yang merupakan kepanjangan tangan dari pusat, untuk melaksanakan berbagai proyek dan kebijakan di daerah. Padahal, sudah ada Pemda yang seharusnya berhak mengurusi daerahnya.
“Masih ada lembaga-lembaga bentukan pusat yang beroperasi di daerah. Itu membuat Otda tidak efektif berjalan. Jadi Otda-nya masih setengah hati diberikan," ujar Andre yang baru bergabung ke Partai Hanura ini.
Menurutnya, lembaga-lembaga yang merupakan perpanjang tangan dari pemerintah pusat, berupa Satuan Kerja (Satker) dan Balai-Balai. Keberadaan Satker dan Balai membuat daerah tidak bebas, membuat program dan menentukan arah kebijakan, karena dana dari pusat dikelola oleh lembaga-lembaga tersebut.
Dana-dana bukan diserahkan langsung ke Pemda, tapi dikelola dan dikendalikan oleh Satker dan Balai-Balai. Artinya, pemerintah pusat tidak iklas memberikan Otda.
"Kami meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi), harus menghapus keberadaan Satker dan Balai di daerah-daerah. Otda kan, sudah diberikan seluas-luasnya, kecuali enam hal yaitu masalah politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Di luar enam bidang itu, biarkan daerah yang mengelola dan mengatur termasuk anggarannya," tutur peraih suara ketiga dari Propinsi NTT ini.
Dia mengusulkan, tugas dan pekerjaan yang dijalankan Satker dan Balai selama ini, dialihkan ke Dinas-Dinas terkait di daerah, baik di level Provinsi maupun level Kabupaten. Tentu, dengan demikian pembangunan di daerah sepenuhnya dijalankan oleh daerah, bukan masih dikendalikan dan direncanakan pemerintah pusat. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
Baca Juga: Refleksi Setahun Kepemimpinan Safrial - Amir Sakib
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com