JAKARTA - Pembahasan Revisi UU, No 17 Tahun 2017, tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) macet alias deadlock, terkait penambahan 11 kursi MPR RI dan 10 kursi DPR RI serta dua kursi untuk kursi pimpinan DPD.
Diharapkan para wakil rakyat, tidak jauh melenceng dalam memperjuangkan kepentingan kelompoknya.
“Jangan terlalu jauh, harus sesuai dengan harapan publik. Kalau tidak, DPR akan repot sendiri dengan opini publik ditengah kinerja DPR yang belum optimal ini. Jadi, kita harus responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan publik,” kata Sekretaris Fraksi Partai Hanura di DPR, Dadang Rusdiana, dalam diskusi dengan tema 'RUU MD3: Urgensi Penambahan 11 Kursi Pimpinan MPR/DPR/DPD' di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/6).
Dadang mengakui, revisi UU MD3, pada periode keanggotaan DPR saat ini sudah bermasalah. Dari komposisi pimpinan MPR/DPR RI, ketika itu sudah anomaly, karena menggunakan sistem paket. Bukan, berdasarkan pemenang Pemilu.
“Aneh dan tidak adil. Sehingga munculnya KMP-KIH itu tidak produktif,” katanya.
Akibatnya, revisi yang dilakukan di awal keanggotaan DPR periode ini, banyak menuai masalah dan bukan saja masalah teknis, tetapi juga politik. Meski semula kemunculannya berawal untuk menghormati Fraksi PDI Perjuangan, sebagai partai pemenang pemilu 2014. Tapi, revisi UU MD3 ini tidak sederhana. Sedangkan kalau berdasarkan suara terbanyak Pemilu, maka harus kocok ulang.
DPR sebagai institusi Negara, tentu harus akuntabel dimana kalau keputusannya salah akan makin membuat buruk citra DPR, makanya revisi itu perlu pertimbangan mendalam.
“Jangan terlalu jauh, harus sesuai dengan harapan publik. Kalau tidak, DPR akan repot sendiri dengan opini publik di tengah kinerja DPR yang belum optimal ini. Jadi, kita harus responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan publik,” tegas Dadang Rusdiana.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Subagyo, mengakui pembahasan di pansus mengalami deadlock. Saat masih dilakukan lobi-lobi antar fraksi dan kelompok DPD RI, dan baru pada Kamis (8/6), akan ada laporan Kapoksi dari hasil lobi-lobi tersebut.
“Usulan penambahan kursi MPR dan DPR RI itu, bermula dari FPDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2014. Tapi, karena politik di DPR itu dinamis, kemudian muncul Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang memilih pimpinan melalui sistem paket, maka usulan itu harus melalui revisi UU MD3,” kata Firman Subagyo. (infojambi.com)
Laporan : Bambang Subagio ll Editor : M Asrori
Baca Juga: Pembahasan Revisi UU MD3 Tanpa Melibatkan DPD Dipertanyakan
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com