KOTAJAMBI, INFOJAMBI.COM - Penolakan warga terhadap pembangunan stockpile batu bara di Kelurahan Aurkenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, juga mendapat dukungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi.
Direktur Eksekutif WALHI Jambi, Abdullah menyebut, sesuai Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi 2023 – 2043, jelas bahwa wilayah yang akan dijadikan lokasi stockpile itu berada di wilayah pemukiman dan pertanian.
Baca Juga: Bangun Stockpile Batu Bara Dekat Perumahan Aurduri, Warga Tolak Mentah-mentah
“Jika itu diteruskan, untuk apa perda itu diterbitkan. Apakah hanya sekedar dokumen bacaan dan pelengkap administrasi saja ?” tegas Abdullah, Kamis (30/11/2023).
Abdullah mengungkapkan, PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) yang akan membangun stockpile di Aurkenali adalah salah satu perusahaan yang pemegang saham terbesarnya PT Artha Nusantara Mining (99,75 %) dan PT Artha Nusantara Resources (0,25 %).
Baca Juga: Heboh Isu Stockpile Batu Bara Dekat Perumahan Aurduri, Ibnu Kholdun: Kami Tolak !!!
Perusahaan pertambangan ini juga ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan jalan khusus angkutan batu bara di Provinsi Jambi. Perusahaan ini mengklaim sudah memiliki dokumen lengkap sejak 2015.
Abdullah mempertanyakan, apakah saat pengurusan dokumen, konsultan, dan tim perusahaan ini tidak melihat peruntukan lokasi lahan yang akan dijadikan stockpile.
Baca Juga: Warga 13 RT Tolak Keras Stockpile Dekat Perumahan Aurduri
“Pada Perda Kota Jambi Nomor 9 Tahun 2013 tentang RTRW Kota Jambi tahun 2013 - 2033, tidak ditemukan kalimat atau perubahan peruntukan pemukiman dan pertanian menjadi kawasan industri atau lahan stockpile batu bara,” tandasnya.
Abdullah menegaskan, penolakan yang terjadi di Aurkenali, Mendalo Darat dan Mendalo Laut Kabupaten Muarojambi itu bukan tidak beralasan. Warga merasa akan terancam dari dampak yang ditimbulkan stockpile tersebut.
Direktur Eksekutif WALHI Jambi periode 2021 - 2025 ini juga menyayangkan pernyataan Direktur PT SAS, Fauzan, beberapa waktu lalu. Fauzan terkesan menyalahkan warga yang sudah menolak sementara stockpile belum dibangun.
Menurut Abdullah, pernyataan Fauzan itu mewakili kepentingan pemodal dan pemerintah, atas investasi yang sudah ditanamkan oleh perusahaan. Jika saja dia menjadi warga yang akan terdampak, akan lain lagi pernyataannya.
Pria yang akrab disapa Abdul yakin akan banyak yang terjadi jika RTRW yang telah ditetapkan tiba-tiba berubah menjadi lahan stockpile. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana pertanggungjawaban dan mitigasi yang dilakukan terhadap dampak yang pasti terjadi itu.
Abdullah memaparkan beberapa dampak negatif yang terjadi akibat stockpile batu bara. Pertama, pencemaran udara. Proses penanganan, pengangkutan dan penyimpanan batu bara dapat menghasilkan debu yang bisa mencemari udara.
“Partikel-partikel debu itu mengandung zat-zat berbahaya yang berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan sekitar,” katanya.
Kedua, pencemaran air. Stockpile batu bara dapat menyebabkan pencemaran oleh air hujan yang meresap melalui batu bara. Air itu membawa zat-zat pencemar ke sumber air lokal. Limbah cair stockpile juga dapat mencemari air di sekitarnya.
Ketiga, debu batu bara dapat berkontribusi pada masalah pernafasan, seperti asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Gas beracun yang dilepaskan selama proses penanganan batu bara dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Keempat, gangguan lingkungan dan habitat. Pembangunan stockpile batu bara dapat mengakibatkan kehilangan habitat alami untuk flora dan fauna setempat. Ini dapat mempengaruhi ekosistem lokal dan berdampak pada biodiversitas.
Kelima, ketidaknyamanan masyarakat. Aktivitas di sekitar stockpile batu bara, seperti alat berat dan kendaraan, menciptakan kebisingan yang mengganggu masyarakat. Pemandangan stockpile batu bara yang besar dapat menciptakan polusi visual.
Keenam, ketidakpastian ekonomi. Komunitas yang sangat bergantung pada industri batu bara dapat mengalami ketidakpastian ekonomi, jika terjadi fluktuasi harga batu bara atau penurunan permintaan pasar.
Ketujuh, risiko kebakaran. Stockpile batu bara memiliki risiko kebakaran yang dapat menyebabkan kerugian besar, dari segi ekonomi maupun lingkungan. Kebakaran batu bara dapat menghasilkan emisi gas beracun.
Dampak lainnya, tata kelola dan tanggung jawab sosial. Ketidaktransparanan pengelolaan stockpile batu bara dan ketidakpatuhan terhadap praktik-praktik lingkungan yang baik, dapat menciptakan masalah tata kelola dan merugikan kepentingan masyarakat setempat.
Abdullah juga menegaskan, Pemerintah Provinsi dan Kota Jambi seharusnya memikirkan keselamatan dan kesehatan warga. Sudah jelas, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia, sesuai pasal 28 H UUD 1945 dan pasal 9 ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Kekuatan dan kesadaran penuh masyarakatlah yang akan menjadi satu potensi besar, untuk meyakinkan pengurus negara ini bahwa investasi juga harus memikirkan rakyat banyak, bukan cuma perut penguasa dan pengusaha,” ujar Abdullah. ***
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com