Laporan: Ramadhani
INFOJAMBI.COM - Aktivitas tambang minyak ilegal banyak menyisakan gunung persoalan.
Pemerintah Kabupaten Batanghari mencatat sejak 2018 hingga sekarang terdapat sekitar 2.000 lebih sumur telah mencemari lingkungan yang tersebar di tiga desa Batanghari.
Yakni, Desa Bungku, Desa Pompa Air dan Desa Mekar Jaya, Kecamatan Bajubang.
Penyebab paling mendesak saat ini adalah kualitas air menjadi buruk, tidak layak konsumsi karena air berwarna hitam, berbuih dan berminyak.
Meski tidak menyebutkan berapa jumlahnya, Kepala Dinas Kesehatan setempat, dr. Elfi Yennie mengaku jumlah kasus pengidap penyakit ISPA dan penyakit kulit cukup signifikan terjadi sejak di tahun 2018 ke tahun 2019.
“Sebagian besar kasus ISPA dan penyakit kulit berada di wilayah penambangan minyak ilegal," kata Dokter Elfie Yennie.
Tokoh Pemuda Desa Bungku, Amirudin Todak mengaku sejak aktivitas ini terjadi tidak lagi dapat memanfaatkan air bersih yang bersumber dari sumur galian.
Pencemaran semakin parah ketika turun hujan. Limbah akan semakin luas.
“Kebutuhan air untuk aktivitas sehari-hari terpaksa membeli air bersih,” ujar Amirudin.
Amirudin juga berharap aktivitas tambang tersebut dikelola dengan baik demi menunjang perekonomian warga sekitar.
“Selama ada aktivitas, soal perekonomian memang sangat menggiurkan, pengangguran jadi berkurang,” kata Amiruddin.
Menurut Pengamat Kesehatan Masyarakat dari kampus Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu di Jambi, Subakir, SKM., M.Kes, dampak dialami bahan berbahaya tersebut sangat membahayakan kesehatan.
Subakir menjelaskan dalam minyak mentah setidaknya terdapat tujuh bahan berbahaya yang berdampak langsung terhadap kesehatan pelaku tambang maupun warga sekitar lokasi.
“Bahan-bahan berbahaya tersebut benzene (C6H6), toluene (C7H8), xylene (C8H10). Serta sejumlah logam berat seperti tembaga (cu), arsen (ar), merkuri (hg), dan timbal (pb),” ujar Subakir.
Subakir berkata secara umum senyawa bahan berbahaya di atas menimbulkan gangguan ringan hingga berat.
“Dampak awal berupa gangguan pernafasan, iritasi pada kulit atau mata, gangguan pencernaan, terasa pusing atau sakit kepala, dan mual,” ucap Subakir.
Bahkan bisa menyebabkan kanker darah. Gangguan itu akibat senyawa benzene, toluene dan xylene. Jika sampai pada tahap kronis akan mengalami gangguan syaraf pusat.
Lalu, sumber air bercampur dengan minyak mentah dan berbau mengandung logam berat seperti arsen, dapat merusak ginjal dan berpotensi memicu kanker. Sedangkan untuk merkuri akan menyerang tremor atau kerusakan syaraf.
“Bagi mereka yang terpapar timbal dan tembaga akibat limbah yang mereka buang, kemudian masuk ke tanaman, lalu dikonsumsi oleh manusia akan merusak otak, liver, dan ginjal. Itu sulit dipulihkan jika bahan-bahan tersebut sudah menumpuk ke organ dalam. Jadi, apapun langkah yang ingin dilakukan sudah sangat terlambat untuk sembuh,” Subakir menjelaskan.
Menurut Subakir, dihentikanya aktivitas tersebut merupakan langkah paling penting demi mencegah semuanya menjadi parah.
Mantan Penjabat Kades Bungku, Sandhya Ananda menceritakan, mulanya aktivitas berbahaya tersebut sejak 2016. Hingga merambah ke Wilayah Kerja Pertamina (WKP) dan ke kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura).
Sebelum ke situ, warga hanya menggantungkan kehidupan sebagai petani karet dan sawit.
“Pertama kali yang menemukan warga Desa Pompa Air. Awalnya hanya mencari sumber air dengan menggali sumur belakang mesjid, tiba-tiba yang keluar minyak,” kata Sandhya.
Informasi penemuan minyak kemudian sampai ke telinga warga Sumatera Selatan. Mereka berduyun-duyun datang ke lokasi membuat sumur.
“Mulanya warga Bayat Sumatera Selatan yang beraktivitas, mereka menggarap belasan sumur. Orang kita hanya sebagai penonton, kemudian orang kita ikut mempelajarinya,” jelas Sandhya.
Sandhya bertugas di Dinas Lingkungan Hidup Batanghari sejak tahun 2017 hingga Oktober 2021 menjelaskan, puncaknya terjadi pada tahun 2018 dan 2019. Sudah 1.000 lebih sumur di Desa Pompa Air dan Desa Bungku.
“Warga kita ikut-ikutan, tergiur dengan hasil begitu wah sekali. Sehari pemodal bisa mengantongi Rp2 juta. Pekerja Rp300 ribu sampai Rp400 ribu,” jelasnya.
Walau kegiatan tersebut sangat berpengaruh besar bagi menunjang perekonomian warga, akan tetapi dampaknya bukan hanya limbah pengeboran yang membuat tanaman menjadi tidak subur dan mencemari sumber air.
Juga angka kriminalitas menjadi meningkat. Terutama ketika produksi minyak menurun, ditambah lagi penutupan yang dilakukan oleh aparat.
"Tidak heran banyak warga menjadi korban pencurian buah sawit dan mesin air. Transaksi narkoba dilakukan terang-terangan, bahkan warung remang-remang menyediakan minum keras (miras) dan sebagai tempat prostitusi,” ucap Sandhya, penjabat kades selama sepuluh bulan tersebut.
Meski sering dilakukan pemahaman tentang dampak bahaya, lanjut Sandhya, masih saja terdapat warga yang masih beraktivitas.
“Pendidikan di sana sangat rendah, untuk mencari tamatan SMA ke atas agak susah. Itu membuat warga kurang memahami dampak yang akan terjadi. Saya yakin jika sumur ini dikelola dengan baik sangat menunjang pendapatan daerah,” ucap Sandhya.
Pengamat Sosial di Jambi, Bahren Nurdin, siapapun tidak diperbolehkan untuk bertindak semena-mena dan melakukan perbuatan melanggar hukum.
“Langkah pertama yang harus dilakukan adalah penegakan hukum. Hukum sebagai panglima tertinggi. Siapapun yang melakukan harus ditegakkan. Kalau tidak, bisa saja yang memback-up itu bermain,” ujar Bahren.
Selain penegakkan hukum, menurut akademisi UIN STS Jambi itu, pemerintah perlu mengedukasi warga secara terus menerus tentang bahaya aktivitas tersebut. Edukasi tak hanya pada dampak pencemaran lingkungan hidup, tapi juga sosial.
“Seperti miras, seks bebas dan narkoba. Dampak sosial seperti ini perlu menjadi perhatian,” sebut Bahren Nurdin.
Bahren Nurdin menyarankan pemerintah segera mengambil kebijakan jangka panjang.
“Silahkan saja dilegalkan tapi harus melalui kajian-kajian. Seyogianya, ketika kekayaan alam dikelola dengan baik akan mendatangkan manfaat luar biasa untuk masyarakat karena itu hadiah dari Allah SWT. Sebaliknya, kalau tidak dikelola dengan baik akan menjadi malapetaka. Potensi minyak di sana kita yakini masih ada,” jelas Bahren.
Lanjut Bahren, jika terus dibiarkan akan menimbulkan banyak korban jiwa karena kebakaran dan ledakan terjadi sana-sini.
“Ibarat buang sampah, kalau sudah sekali orang buang sampah satu, itu yang lain akan ikut-ikutan. Ini sama, satu-dua ikut ilegal driling akan menjadi empat lima dan enam, maka harus distop,” ujar Bahren.
Senada dikatakan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi, Abdullah. Butuhnya keseriusan pemerintah dan aparat dalam penegakkan hukum membumi hanguskan aktivitas itu.
“Kawasan ilegal drilling yang tersebar tidak hanya di kawasan APL juga sampai ke dalam konsesi perusahaan, dibutuhkan juga kerjasama para pihak dan proses penyadaran kepada masyarakat,” ujar Abdullah.
Kerjasamanya, bahwa dampak yang timbul akibat aktivitas yang mereka lakukan adalah merusak ekosistem dan bentang alam di lokasi.
“Ini akan sangat merugikan bagi lingkungan dan masyarakat yang berada di sekitar lokasi tambang ilegal tersebut, proses pemulihan lingkungan pasca tambang akan sangat panjang dan butuh biaya besar, belum lagi penyakit yang muncul akibat aktivitas ini, pencemaran air, tanah dan udara juga menjadi dampak yang juga ditimbulkan,” kata Abdullah.
Di sisi lain, aktivitas ilegal ini berisiko besar bagi keselamatan pelakunya, bisa saja alat yang dipakai meledak dan terbakar sehingga sangat membahayakan keselamatan.
“Penegakkan hukum harus lebih maksimal dengan menyasar seluruh rantai dan jaringan pelaku ilegal,” tegas Abdullah.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas A. Rinto Pudyantoro mengaku, SKK Migas tidak memiliki kewenangan penindakan terhadap kegiatan ilegal drilling.
“SKK Migas menjalin kerjasama dengan aparat keamanan dalam penanganan ilegal drilling dan kerja sama tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2003. Kolaborasi ini tertuang dalam nota kesepahaman bidang penegakan hukum dan bidang pengamanan,” kata Rinto di Jakarta.
Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Ngatijan menjelaskan, ada dua alternatif dalam penanganan sumur ilegal tersebut.
Pertama, menghentikan aktivitas penambangan dengan rekomendasi prosedur penanganan dari seluruh aspek mulai dari dampak sosial, lingkungan, keamanan, hingga proses hukum.
Lalu kedua, memberikan payung hukum agar aktivitas sumur ilegal tersebut dapat dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sehingga kegiatan produksi bisa berjalan baik dan aman serta memberikan manfaat bagi daerah.
Akivitas penambangan, tegas Ngatijan, sangat merugikan negara. Lingkungan juga rusak, dan tak jarang menyebabkan korban jiwa.
Adapun kerja sama SKK Migas dengan TNI-Polri dengan melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, hingga pembentukan tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal serta penanganan dan pengelolaan produksi sumur ilegal.
Kapolda Jambi Irjen Pol Albertus Rachmad Wibowo mengimbau kepada masyarakat untuk menghentikan aktivitas pengeboran sumur ilegal drilling.
Karena ancaman hukuman kepada pelaku kegiatan usaha ini sesuai Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dengan ancaman pidana selama enam tahun penjara.
“Aparat kepolisian akan melakukan tindakan penegakan hukum,” kata Albertus Rachmad, belum lama ini.
Tidak pandang bulu dibuktikan Kapolda Jambi pasca ledakan sumur di wilayah Bungku, Kabupaten Batanghari, dengan menangkap seorang oknum Polisi Batanghari berinisial DR sebagai pemodal.
Perbuatan oknum anggota kepolisian tersebut merusak marwah dari institusi Polri.
"Tidak ada toleransi sama sekali atas aktivitas ini," tegas Albertus Rachmad Wibowo.
Seperti diketahui, ledakan terjadi di wilayah Konsesi PT. Agronusa Alam Sejahtera (AAS) setidaknya membakar seluas dua hektare.
Operasi pemadaman juga melibatkan dukungan PT. Pertamina yang memiliki kompetensi dalam mitigasi kebakaran pada sumur minyak.
Operasi ini baru membuahkan hasil setelah 39 hari lamanya, hingga menghanguskan perkebunan sekitar lokasi. Petugas gabungan menyiram lubang sumur dengan semen cair sehingga lubang membeku secara permanen.
Kapolda Jambi juga mengusulkan untuk membuat sebuah portal yang dilengkapi dengan CCTV Live yang bisa dilihat, dipantau baik oleh polsek, polres dan polda.
Juga bisa dishare oleh stakeholders lainnya, agar dapat mengawasi adanya kegiatan ilegal drilling serta mencegah adanya suap kepada petugas di lokasi.
Sementara itu, Gubernur Jambi Al Haris menyebutkan Pemerintah Provinsi Jambi tengah melakukan berbagai upaya untuk mencari solusi dalam menangani pengeboran minyak tersebut.
"Sehingga ini bisa dilegalkan. Eksploitasi minyak bumi tanpa izin banyak ditemukan di wilayah Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari. Awalnya hanya ada beberapa sumur. Penambangan secara tradisional tumbuh subur dan menjadi ladang bisnis baru,” ujar Al Haris.
Pengamat Lingkungan Hidup, Rudiansyah berpendapat mengapa selama ini aktivitas pertambangan ilegal tersebut masih belum mampu dihentikan secara permanen, justru ekspansi kegiatan ilegal tersebut semakin luas dengan terbentuk lubang dan lokasi baru.
Menurut Rudiansyah, pola aktivitas yang dilakukan sudah tidak lagi menggunakan teknologi sederhana. Bahkan sudah terstruktur dengan baik.
“Ini sudah dikatakan bisnis untuk memperkaya diri sendiri, skala besar dan seperti pembiaran. Karena setiap aktivitas ilegal yang terjadi pastilah sudah menyediakan infrastruktur operasional dengan baik. Baik itu dari sisi modal, peralatan, prasarananya atau operator di lapangan,” ucap Rudiansyah, Kamis (25/11/2021).
Untuk menghentikan secara permanen, perlunya kolaborasi semua pihak sehingga pencegahan bisa diproteksi sejak dini. Pencegahan melalui pendekatan maupun penegakkan hukum.
“Perlunya roadmap jangka pendek, menengah, maupun panjang dalam upaya pengendalian dan penataan aktivitas ilegal drilling,” jelas Rudiansyah.
Melalui roadmap tersebut tak menutup kemungkinan bisa legal.
“Ketika potensi itu ada, kita yakini potensi pembangunan di Jambi akan luar biasa,” ucap Rudiansyah, juga mantan Direktur WALHI Jambi.
Rudiansyah juga menyayangkan, hukum baru berlaku setelah adanya korban jiwa, penolakan warga, dan kebakaran.
“Selama ini penegakkan hukum cenderung dilakukan ketika terjadi masalah,” tegas Rudiansyah.
Kepala Humas SKK Migas Sumbagsel, Andi Arif Pangeran berharap undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dapat tercapai.
"Pemerintah diharapkan dapat segera mengeluarkan aturan-aturan sehingga kegiatan ilegal drilling ada kejelasan," ujar Andi Arif Pangeran.
Baca Juga: SKK Migas Gelar Sosialisasi dan Media Kompetisi 2016
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com